Jumat 20 Feb 2015 19:55 WIB

Senator Lambie Setuju Hukuman Mati Diberlakukan Kembali di Australia

Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Senator Australia, Jacqui Lambie menjadi kekuatan politik di parlemen Australia, sejak memisahkan diri dari partainya Palmer United Party (PUP) dan memilih menjadi independen. Meskipun Australia telah menghapus hukuman mati, Senator Lambie menyatakan setuju hal itu diberlakukan kembali tapi hanya dikhususkan buat teroris.

Ia belum lagi 8 bulan duduk di Senat Australia setelah terpilih mewakili dapil Tasmania dari Partai PUP. Belakangan ia keluar dari partainya yang mendukung suatu usulan RUU yang diajukan pemerintah.

Senator Lambie menarik perhatian publik Australia karena pernyataan-pernyataannya. Terlepas dari setuju atau tidak, pernyataannya itu seringkali memicu kontroversi.

Wartawan ABC yang menemani Lambie seharian di daerah Burnie di Tasmania, mendengar seorang pria yang menyapa, "Kamu seperti bulldog yang galak. Ya saya suka kamu seperti itu. Coba kita ketemu jauh sebelumnya ya," ucapnya baru-baru ini.

Inilah sejumlah hal yang mengemuka saat ABC seharian menemani Senator Lambie:

Pertama, menurut dia Partai PUP sudah kehabisan daya tarik, namun dia mengaku masih berteman dengan pendiri dan pemimpin PUP Clive Palmer.

"Waktu Natal ia mengirimi saya sebuah DVD yang katanya ia peroleh setelah menang suatu lomba," katanya.

Kedua, Senator Lambie menyadari kaum pria begitu tertarik dengan komentar-komentarnya selama ini.

"Kita bisa mengatakan apa saja, namun harus menjaga kata-kata," jelasnya.

"Saya bisa sebutkan, banyak orang yang mengomentari saya, khususnya kaum pria, tipe pekerja kerah putih... Tampaknya 95 persen pria Australia menyukai pernyataan-pernyataan saya," ujar Lambie.

Ketiga, ia mengaku ingin menambah koleksi perbendaharaan kata-katanya.

"Saya akui sulit memang, karena saya tidak pernah kuliah, sehingga agak sulit untuk menambah koleksi kata-kata dan menggunakannya secara tepat," ujarnya.

"Saat di depan kamera TV misalnya, biasanya apa yang ingin saya katakan, tidak bisa keluar dari mulut saya," tambahnya.

Keempat, saat ia membuat kesalahan, orangtuanya segera memberi tahu.

"Saya sibuk jadi sering saya tidak memikirkannya sebelum membuat suatu pernyataan. Ada waktu untuk merenung, saya tahu saat saya membuat kesalahan," katanya.

"Warga Tasmania memberi tahu saya, teman-teman juga. Ayah dan ibu juga memberi tahu. Saya terima semua kritikan ini dan saya hargai," katanya.

Kelima, mengenai potensi ekonomi Tasmania, Senator Lambie menyatakan akan memperjuangkannya.

Keenam, Senator Lambie menyatakan setuju hukuman mati diterapkan bagi para teroris.

"Saya setuju hukuman mati diberlakukan kembali di Australia, untuk para teroris," ujarnya.

"Kita perlu bersikap bertindak tegas kepada mereka, dan jika hanya dengan hukuman mati hal itu bisa dilakukan, maka saya setuju hukuman mati ini diberlakukan kembali. Tapi hanya bagi terorir," kata Senator Lambie.

"Mereka tidak bisa direhabilitasi. Mereka perlu dihabisi. Ini sudah saya katakan sejak lama," ujarnya.

Lambie menambahkan, "tidak akan ada liputan TV buat mereka. Jadi hal ini akan menjadi contoh bahwa kita tidak membiarkan perilaku mereka. Titik. Dan jika mereka tetap melakukannya, kita akan habisi."

"Hal lain adalah tuntutan pengkhianatan pada negara. Mengapa kita tidak menggunakan tuntutan pengkhianat pada negara," katanya lagi.

Ketujuh, Senator Lambie mendukung diadakannya referendum untuk mengesahkan perkawinan gay, euthanasia dan pengakuan hak aborigin dalam konstitusi.

Kedelapan, keputusan menentang RUU Deregulasi Pendidikan Tinggi Australia, membuat RUU itu gagal disahkan.

"Tidak banyak orang kaya di Tasmania. Kami ingin anak-anak kami di Tasmania juga bisa menempuh pendidikan tinggi," katanya.

Kesembilan, Senator Lambie menyatakan tidak berniat mendirikan partai sendiri dan menjadi perdana menteri, paling tidak untuk saat ini.

Kesepuluh, Senator Lambie mengaku kecewa dengan politisi Tasmania dari kalangan parpol.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement