REPUBLIKA.CO.ID,LUBUK LINGGAU—Tindakan radikalisme berakar dari keengganan mempelajari ilmu agama dengan baik dan benar.
“Baru beberapa hari ikut kilatan (pesantren kilat di bulan Ramadhan), pulang-pulang sudah pandai membid’ahkan kelompok lain, mengkafirkan, bahkan tega mengebom. Jadi mereka yang melakukan pengeboman itu contoh yang tidak mau ikut ulama, tidak ikut Imam Syafi’i, tapi ikut Imam Samudra,” tegas Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Senin (23/2).
Untuk bisa membendung radikalisme di tengah masyarakat, umat Islam, khususnya warga NU diminta untuk terus membumikan ajaran Islam ahlussunah wal jamaah, Islam yang mengedepankan sikap tasamuh, tawasuth, tawazun, dan i’tidal.
“Tapi untuk bisa bersikap moderat itu tidak gampang. Tidak mudah menerapkan sikap tasamuh, tawasuth, tawazun, dan i’tidal. Oleh karena itu tradisi-tradisi ke-NU-an harus tetap dilestarikan, agar sikap-sikap khas NU itu dengan sendirinya menjadi bagian dalam keseharian kita,” pungkas Kiai Said.