REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Dalam sebuah diskusi di Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, Selasa (24/2), Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEK), Triana Munaf, menggulirkan wacana dihapuskannya Lembaga Sensor Film. Dalam pandangan Triana, tugas Lembaga Sensor Film sebaiknya diserahkan kepada mekanisme pasar melalui sistem pemeringkatan (rating).
Penolakan keras datang. Pjs Ketua Bidang Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas, memprotes usulan wacana tersebut. Menurut Buya Anwar, dengan menghapus Lembaga Sensor Film, pemerintah berarti melenceng dari amanah Pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Tugas negara itu melindungi rakyat, seperti yang disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945. Itulah gunanya lembaga sensor film, mengantisipasi sebelum rusak. Jangan setelah rakyat kita rusak, baru dilindungi. Ini kacau,” kata Buya Anwar Abbas saat dihubungi Republika, Rabu (25/2) di Jakarta.
Menurut Buya Anwar, dengan menghapus Lembaga Sensor Film, negara tidak akan punya kekuatan lagi dalam mengantisipasi film-film perusak moral masyarakat. Apalagi, ada banyak film demikian yang menyasar anak-anak muda.
“Ide menghapus Lembaga Sensor Film jelas ide liberalisme. Jadi kalau ada film yang merusak akhlak masyarakat, biarkan saja pasar yang menilai. Giliran nanti, kalau (masyarakat) sudah bobrok, baru teriak-teriak,” ujarnya menambahkan.