REPUBLIKA.CO.ID, VIENNA -- Di tengah kritik besar dari komunitas Muslim, parlemen Austria telah mengabulkan reformasi hukum kontroversial negara tentang Islam. Pemerintah akan menambahkan pembatasan jumlah Masjid, imam, dan pendanaan rumah ibadah.
"Hal yang kami inginkan adalah mengurangi pengaruh politik dan kontrol dari luar negeri," kata Menteri Integrasi Austria, Sebastian Kurz seperti yang dilansir laman islamonline, Jumat (27/2).
Menurut Kurz, pemerintah Austria ingin memberikan Islam kesempatan dalam mengembangkan diri secara bebas dalam masyarakat. Umat Islam juga diharapkan bisa sejalan dengan nilai-nilai Eropa yang ada. Kurz juga menabahkan, aturan ini menggambarkan reformasi yang dijadikan tonggak bagi negara Austria.
Hukum baru Austria terhadap Islam ini akan melarang organisasi-organisasi Muslim yang menerima dana dari luar negeri. Aturan ini juga akan mempengaruhi imam yang bekerja di Austria. Sebab, secara finansial atau dukungan materi, mereka didukung oleh negera Turki. Para imam juga telah dilarang untuk memperbaharui visa.
Saat ini, sekitar 300 imam bekerja di negara itu. Jumlah tersebut termasuk 65 ulama Turki. Selain itu, Masjid yang memiliki 300 anggota masyarakat itu juga akan ditutup dalam waktu satu tahun.
Peraturan baru meminta mereka yang memiliki jamaah lebih dari 300 harus mendaftar secara badan hukum. "Kami ingin Islam dengan karakter Austria," ujar Sebastian Kurz.
Muslim Austria diperkirakan berjumlah sekitar setengah juta. Atau, hampir enam persen dari delapan juta penduduk negara Eropa. Di Wina sendiri, Islam merupakan kelompok agama terbesar kedua. Urutan sebelumnya ditempati oleh agama Katolik Roma.