REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Rizal E Halim mempertanyakan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM jenis premium. Rizal menilai, pemerintah tidak pernah transparan dalam produksi minyak mentah dan gas.
Menurut Rizal, kondisi yang tak transparan ini menyebabkan berbagai akibat seperti inflasi, dan ketidakmampuan negara menjaga stabilitas harga di pasar. "Harusnya, negara terbuka. Berapa harga beli, berapa harga produksi dan berapa selisih yang dinikmati Pertamina? Melihat geliat presiden yang anti korupsi, semestinya transparans dalam sektor ini dibuka seluas-luasnya oleh pemerintah," kata Rizal saat berbincang dengan ROL, Sabtu (28/1).
Rizal menilai, mestinya ketika pemerintah mengklaim kenaikan harga BBM karena mengikuti harga pasar dunia, maka Indonesia saat ini menduduki harga minyak yang murah. Menurutnya, pemerintah bisa mengeluarkan intensif dari keuntungan yang diperoleh negara akibat harga minyak dunia yang turun. "Pengurangan beban pajak misalnya," ucap Rizal.
Sayangnya, hingga kini hal itu ditak pernah dilakukan pemerintah. Ia berpendapat, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait harga BBM hanya membuat masyarakat geger. Sementara pemerintah sering mengklaim kenaikan harga BBM karena persaingan pasar dan harga pasar dunia yang tidak pasti.
"Jika pemerintah konsisten dalam pembangunan negara, maka mestinya pemerintah bisa berbuat yang lebih baik daripada sekarang ini," tutup Rizal.
Pemerintah akan menaikkan harga BBM jenis premium pada 1 Maret 2015. BBM jenis premium akan naik Rp 200 per liternya. Artinya, harga premium yang sebelumnya Rp 6.600 menjadi Rp 6.800.