REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan beredarnya buku 'Banci Boleh Jadi Imam Shalat' berpotensi untuk merusak kualitas shalat jamaah. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MUI bidang pendidikan, Anwar Abbas. Ia menjelaskan, jika buku tersebut sudah terlanjur beredar maka tugas dari orang tua untuk menjelaskan kepada anak terkait syarat yang benar untuk menjadi imam shalat berjamaah.
Ia menerangkan, Orang tua dapat menjelaskan kepada anak bahwa syarat menjadi imam shalat yakni laki-laki. Selain itu syarat lainnya yakni kehadirannya sebagai imam tidak akan mengganggu kekhusyuan shalat para jamaahnya.
Untuk itu seorang imam janganlah orang yang memiliki masalah di tengah masyarakat. Ini dikarenakan jika mereka menjadi imam, jamaah menjadi tidak berkonsentrasi mendekatkan diri kepada Allah. Dan Jamaah akan sibuk mendiskusikan sendiri tentang sosok imam tersebut.
"Hal ini tentu saja akan membawa kepada rusaknya kualitas shalat jamaah dan ini tidak baik dan merugikan jamaah itu sendiri. Oleh karena itu kalau kita akan shalat jamaah, hendaknya kita sebagai jamaah memilih orang yang tidak bermasalah untuk menjadi imam agar dalam shalat kekhusyuan jamaah tidak menjadi terganggu," ujar Anwar Abbas kepada Republika, Kamis (5/3).
Ia melanjutkan, dalam buku tersebut semestinya disebutkan bahwa banci tidak boleh menjadi imam. Jika yang menjadi imam adalah orang yang tidak memiliki permasalahan di tengah masyarakat maka kemungkinan jamaah melakukan shalat dengan khusyuk akan lebih tinggi.
Seperti dijelaskan dalam agama bahwa shalat yang khusyuk adalah shalat yang paling tinggi nilainya disisi Tuhan. Ia menambahkan, jika orang tua tidak mampu menjelaskan hal tersebut kepada anaknya. Maka menjadi tugas Kementerian Agama untuk menjelaskan, memperbaiki dan menyempurnakan buku tersebut agar tidak salah faham dan disalah fahami oleh peserta didik.