REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai tawaran pertukaran tahanan yang diajukan Pemerintah Australia sebagai suatu tawaran yang sangat janggal dalam sistem hukum internasional.
"Tawaran Pemerintah Australia ini sangat janggal dalam hukum internasional dan cenderung membodohi pemerintah Indonesia bila menerima tawaran tersebut," kata Hikmahanto Juwana di Jakarta, Kamis (5/3).
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop telah menghubungi Menlu RI Retno LP Marsudi untuk menyampaikan bahwa Australia bersedia menukarkan tiga WNI yang ditahan di Negeri Kangguru itu karena kasus narkoba dengan dua warga Australia yang akan menjalani hukuman mati atas kasus penyelundupan narkoba skala besar.
Hikmahanto menyebutkan tiga alasan yang membuat dia menilai tawaran pertukaran tahanan oleh pemerintah Australia itu sebagai hal janggal. Pertama, kata dia, pertukaran tahanan atau tawanan (exchange of prisoners) hanya dilakukan ketika dua negara sedang dalam keadaan berperang dan masing-masing menawan tentara yang tertangkap.
"Indonesia dengan Australia jelas tidak dalam situasi perang. Tahanan yang adapun bukan ditangkap karena situasi perang melainkan karena melakukan kejahatan, baik di (wilayah hukum) Indonesia maupun Australia," ujar dia.
Alasan kedua, menurut dia, apabila tawaran yang dimaksud oleh Julie Bishop adalah pemindahan terpidana (transfer of sentenced person), hal itu pun tetap tidak dapat terealisasi karena antara Indonesia dengan Australia belum ada perjanjian pemindahan terpidana.
"Apalagi di Indonesia belum ada undang-undang yang mengatur tentang pemindahan terpidana. Padahal, undang-undang ini perlu ada sebelum adanya Perjanjian Pemindahan Terpidana. Alasan ketiga, kalau pun ada perjanjian pemindahan terpidana maka ini tidak berlaku bagi terpidana mati," lanjut dia.