REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyarankan agar biaya pemilihan kepala daerah (Pilkada) dibebankan pada APBN. Hal itu untuk menghindari terjadinya tumpang tindih APBN dengan APBD wilayah masing-masing.
Manajer Advokasi-Investigasi FITRA, Apung Widadi mengatakan, telah terjadi tumpang tindih anggaran Pemilu Kada khususnya pada pembiayaan rutin KPUD dan penyelenggaraan Pemilu Kada serentak. Padahal, selama ini APBN membiayai rutin sekretariat KPUD, sementara APBD sebagai sumber pendanaan Pemilu Kada.
"Ini juga terjadi di kasus penyelenggaraan Pemilu Kada serentak yang membiayai jenis barang yang sama, seperti kartu pemilih dan undangan, ini makanya dengan satu sumber pendanaan dari APBN menghindari hal itu," kata Apung dalam diskusi media di Media Center KPU, Jakarta Pusat, Kamis (5/3).
Ia mengatakan, pendanaan dari APBN bisa membuat Pemerintah, KPU Pusat dan DPR mudah menetapkan standar harga Pilkada per DPT untuk menghindari terjadinya pemborosan. Selain itu, penggunaan APBN juga dapat membuat daerah tetap mengalokasikan belanja publiknya. Sebab, daerah memiliki keterbatasan kemampuan keuangan.
"Pendanaan dari APBN ini tidak akan memberatkan dan mengganggu pendanaan lain, mengingat sumber pembiayaan APBN lebih luas dan meningkat cepat dibandingkan APBD," ujarnya.
Pendanaan Pilkada dari APBD juga menurut Apung memungkinkan KPUD 'tersandera' dalam mengusulkan anggaran pada aktor politik daerah yang memiliki kepentingan terhadap pemilihan. "Agar tidak menjadi ajang tawar-menawar yang dapat memengaruhi independensi KPUD," ucapnya.