REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Jokowi mengeluarkan Perpres Nomor 26 Tahun 2015 tentang Kantor Staf Kepresidenan. Dengan peraturan tersebut, kewenangan Kantor Staf Kepresidenan yang dipimpin Luhut Binsar Panjaitan diperluas hingga bisa melaksanakan tugas pengendalian program prioritas nasional.
Menanggapi itu, Pengamat Politik dari Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi mengingatkan, penambahan kewenangan tersebut akan menimbulkan dampak negatif. Menurutnya, semakin besar kewenangan yang dimiliki maka semakin besar korupsi atau pengalahgunaan wewenang demi kepentingan suatu kelompok, bukan hanya material namun juga kekuasaan.
"Potensi itu pasti besar, dan otomatis orang yang jadi kepala staf jadi posisi yang sangat penting dan kunci karena dia memberi informasi kepada presiden terkait keputusan presiden untuk mengarahkan masing-masing departemen untuk bekerja. Kalau salah beri info, salah pula arahan presiden. Itu bisa fatal," katanya, Kamis (5/2).
Selain penyalahgunaan wewenang, Haryadi mengatakan, juga ada potensi munculnya ego sektoral. Menurutnya, ketika kewenangan yang diberikan semakin besar, seringkali ego sektoral itu tumbuh. Padahal, lanjut Haryadi, seharusnya kantor staf kepresidenan bersinergi dengan unit pemerintahan yang lain.
"Ketika dia melakukan pengawasan dan evaluasi serta koordinasi harus jelas batasnya, dan tidak masuk ke ranah operasionalnya. Hanya sebatas melihat kinerja masing-masing kementerian berdasarkan agenda prioritas Jokowi-JK, nawa cita. Itu yang harus dijadikan pegangan," kata Haryadi.
Untuk mengatasi hal tersebut, kantor staf kepresidenan perlu diawasi, bukan hanya oleh presiden. "Memang perlu juga ada akses untuk diawasi karena kalau yang mengawasi hanya presiden tapi tidak ada mekanisme kelembagaan yang ikut mengawasi, itu bisa runyam," ujarnya.
Selain itu, Haryadi mengatakan, peraturan tersebut memiliki sisi positif, yaitu memperluas tugas dan fungsi kantor staf kepresidenan. Khususnya, terkait upaya koordinasi dan pengawasan atas agenda-agenda prioritas pemerintah.
"Artinya, dia punya otoritas juga untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja kabinet. Membantu untuk memberi input agar presiden segera punya info yang cukup untuk mengetahui tiap kementerian yang jadi pembantu presiden. Apakah sudah bekerja sesuai visi misi dan agenda prioritas Jokowi-JK atau belum," kata Haryadi.
Haryadi mengatakan, dengan ditambahnya kewenangan kantor staf kepresidenan, maka presiden dapat memperoleh informasi mengenai seberapa efektif kinerja tiap kementerian. Apakah agenda nawa cita Jokowi tercermin dalam agenda prioritas masing-masing kementerian atau tidak. "Kalau presiden mengetahui lebih awal tentu ketika ada penyimpangan presiden bisa langsung mengingatkan," ujarnya.