REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat awam kerap menilai kaum waria sama dengan huntsa musykil. Padahal ada banyak perbedaan yang mengarah pada ragam pelaksanaan syariat Islam.
Seperti yang diterangkan oleh Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Tengku Zulkarnain bahwa jika semua makmum sholat adalah wanita, maka huntsa boleh menjadi imam mereka.
“Huntsa ini bukan waria yang selama ini populer disebut bencong. Huntsa ini orang yang memiliki kelamin ganda, bukan penyakit, itu takdir Allah yang terjadi padanya," kata Tengku, Jumat, (6/3).
Huntsa ini secara fisik memiliki kelamin ganda, yakni alat kelamin pria dan alat kelamin wanita di tubuhnya. Jika shalat, shaf untuk huntsa ini di antara barisan anak laki-laki dan anak perempuan.
Mereka tidak boleh bercampur dengan shaf laki-laki dewasa atau wanita dewasa. Jika huntsa naik haji, mereka ditempatkan di asrama laki-laki, kalau buang air kecilnya lewat alat kelamin laki-laki.
Namun, jika buang air kecilnya lebih banyak dari alat kelamin perempuan, dia ditempatkan di asrama perempuan.
"Huntsa boleh menjadi imam bagi jamaah kaum wanita. Sebab secara jiwa dia tidak sakit, namun punya kelamin ganda karena takdir Allah," ulasnya.
Sedangkan waria, ujar Tengku, tidak boleh menjadi imam shalat bagi jamaah wanita. Sebab waria itu manusia yang mengalami penyakit kejiwaan.
"Kalau waria mau jadi imam harus sembuh dulu. Setelah waria menjadi laki-laki normal, dia tak masalah jadi imam jamaah wanita," tegas Tengku.