Senin 09 Mar 2015 02:01 WIB

Ahok VS DPRD, Pengamat: Kita Seperti Gegar Budaya

Rep: C85/ Red: Indira Rezkisari
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Foto: Antara
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Belakangan ini masyarakat hangat membicarakan tentang sikap anggota DPRD yang dinilai kelewatan. Dalam pertemuan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan anggota DPRD DKI Jakarta pekan lalu, situasi sempat memanas dengan umpatan dan kata-kata kasar yang terlontar dari mulut beberapa anggota DPRD. Umpatan yang ditujukan kepada Ahok tersebut dinilai tidak mencerminkan sikap seorang anggota dewan yang seharusnya bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

Pakar komunikasi politik Dedy Mulyana mengungkapkan, kisruh antara Ahok dengan DPRD yang berujung pada terlontarnya kata-kata kasar adalah bentuk kebebasan yang kebablasan. Dedy menilai, situasi ini adalah bentuk ketidaksiapan masyarakat Indonesia dalam menghadapi era kebebasan berpendapat. "Seharusnya, dalam menegosiasikan kepentingan didasari etika komunikasi yang layak dan santun. Keadaan seperti ini tidak hanya saat kejadian Ahok versus DPRD. Sejak reformasi, kita masuk kebebasan yang kebablasan," jelas Dedy, Ahad (8/2).

Dedy melanjutkan, selama masa orde baru bangsa Indonesia mengalami masa di mana komunikasi dibatasi. Menurutnya, aturan yang saat itu begitu ketat, membuat bahasa komunikasi sangat diperhatikan. "Setelah orde baru tiada, kita semacam menderita gegar budaya," ujarnya.

Kasus Ahok dan DPRD ini, lanjut Dedy, adalah contoh yang ekstrim. Menurutnya, tidak sepantasnya seorang pejabat mengeluarkan kata-kata makian yang tidak pantas kepada publik. "Ahok juga sama saja kan? Saya pikir anggota DPRD juga terpancing secara emosi," kata Dedy.

Dedy sendiri juga mengritik gaya bicara Ahok yang seolah berlindung di balik pernyataan. Dedy menilai, memang semua orang sudah paham dengan sifat Ahok yang demikian. Namun, menurutnya, tidak ada salahnya apabila Ahok tetap menjaga gaya komunikasi politik yang santun.

"Masyarakat semua melihat bagaimana pemimpin berkomunikasi. Mereka itu contoh. Bagaimana kita akan menghormati mereka bila mereka tidak menghormati orang lain, apalagi diri mereka sendiri," lanjutnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement