REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, ada baiknya eksekusi mati tidak dilakukan serentak. Terpidana mati yang tidak bermasalah, baik secara aspek yuridis dan hak hukumnya telah terpenuhi, lanjut Abdul, dapat dieksekusi satu per satu. Misalnya, ada terpidana yang masih mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
"Yang sisanya ini kalau dia tidak lagi mengajukan keberatan atau upaya hukum luar biasa PK, harusnya bisa jalan, nggak ada alasan lagi," kata Abdul kepada Republika, Senin (9/3) malam WIB. Apalagi, para naripidana sudah dipindahkan dari tempat asalnya ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan.
Abdul mengatakan, masih berjalannya proses PK yang diajukan terpidana mati memang menjadi alasan mengapa eksekusi tertunda. Namun, eksekusi terhadap para terpidana lain, seharusnya tidak ikut menjadi tertunda juga.
"Kalau untuk yang satu okelah masuk akal. Tapi kan yang satu itu tidak menyebabkan harus tertundanya yang lain. Mereka harus tetap dieksekusi," ujarnya.
Sebelumnya, Jaksa Agung, M Prasetyo mengatakan, eksekusi mati tidaklah ditunda, melainkan memang belum ditentukan waktu pastinya.
"Kalau menunda, itu kan tanggalnya sudah disampaikan. Ini kan belum (ditentukan). Jadi, bukan ditunda. Hanya waktunya belum ditentukan," kata Prasetyo saat kunjungan kerja di Yogyakarta, Senin (9/3).
Prasetyo juga mengatakan, persiapan pelaksanaan eksekusi hampir mencapai 100 persen. Eksekusi mati tersebut akan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah.