REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Merosotnya nilai tukar rupiah hingga menembus kisaran Rp 13.200 per dolar AS dinilai masih pada batas yang wajar karena dapat memberikan keuntungan bagi para eksportir di sisi lain, juga menjadi momentum untuk mendorong peningkatkan investasi di dalam negeri.
"Dolar menguat pada batasan tertentu tidak masalah, namun yang penting dalam pelemahan rupiah tersebut adalah bagaimana iklim investasi dapat terjaga dengan baik," kata Wakil Ketua Umum Bidang Keuangan, Perbankan dan Investasi Kadin DKI Jakarta, Irwan Hutasoit, di sela-sela Konferensi Pers 'Seminar Merger & Acquisition (M&A) Investment Conference 2015', di Jakarta, Kamis (12/3).
Menurut Irwan, jika pemerintah mampu mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada dunia usaha maka penurunan rupiah tidak berlangsung lama. "Indonesia masih menjadi tujuan utama investasi global. Fundamental ekonomi kita bagus, pasar domestik sangat besar, karena itu pemodal terus berlomba untuk masuk ke Indonesia," kata Iwan.
Dijelaskannya, perlu terobosan dalam mengembangkan dunia usaha dalam negeri dalam hal mencari pendanaan, mitra strategis, pembuatan perusahaan patungan, hingga mencari konsultan pasar modal.
Untuk itu, tambahnya, Kadin DKI Jakarta bersama dengan Naxel Ipartner akan menggelar Konferensi Investasi 2015 pada 26-27 Maret di Jakarta, dengan mengundang 45 perusahaan anggota Globalscope yang merupakan jaringan konsultan keuangan dan investasi dari 34 negara.
Ketua Kemitraan Naxel Ipartner, Fadjar Sutandi mengatakan, pihaknya bersama Kadin DKI Jakarta akan menjembatani para pengusaha Indonesia mencari mitra strategis dari Afrika, Amerika, Asia Pasifik dan Eropa.
"Forum ini bersifat langsung mempertemukan pengusaha dengan investor. Tidak pada tataran kebijakan, tetapi harus langsung pada tahap implementasi," ujar Fadjar.
Selama ini tambahnya, forum investasi yang diselenggarakan di Indonesia cenderung pada sektor-sektor energi seperti listrik, batubara, minyak dan gas, sektor perkebunan, pariwisata, padahal banyak usaha di sektor mikro yang benar-benar harus dikembangkan.
Para pengusaha asing yang akan dihadirkan bukan konglomerasi, tetapi pengusaha menengah dan kecil sehingga kemitraannya langsung mencapai sasaran.
"Mereka bergerak pada usaha yang remeh tapi memberikan prospek besar. Mulai dari bisnis karaoke, bisnis jasa pesta pernikahan, bisnis jasa rekrutmen SDM, jasa kurir, klinik, laboratorium, hingga bisnis produksi makanan. Pokoknya pada bisnis yang tidak kita duga-duga bisa dikembangkan," ujar Fadjar.