REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan diperlukan mekanisme pembahasan yang cukup panjang jika ada daerah yang meminta otonomi khusus (Otsus). Terlebih jika berkaitan dengan pembagian hasil daerah seperti di Aceh dan Papua.
"Perlu pembahasan yang panjang sekali kalau Otsus itu seperti Papua, tidak bisa dibahas di zaman Pak SBY kemudian di zaman Pak Jokowi langsung dikirim ke DPR," ujar Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kapuspen Kemendagri) Dodi Riadmadji saat dihubungi Republika, Ahad (15/3).
Ia mengatakan sesuai dengan yang diatur dalam perundang-undangan ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi daerah otonomi khusus. Namun, hal itu tidak serta merta membuat daerah tersebut perlu dikhususkan apalagi jika kebijakannya cenderung seperti negara federal.
"Didalam prakteknya, kita ketahui saat ini otonomi khusus itu memberlakukan kebijakan seperti negara federal menggunakan presentase khusus kaitannya dengan APBN," katanya.
Dodi melanjutkan konsep negara kesatuan harus dipahami betul bagi daerah-daerah yang ingin dikhususkan, terkait dengan presentase pembagian otonomi daerah. Ia mengingatkan jangan sampai ada kekeliruan terkait konsep otonomi khusus di Indonesia.
"Kalau seperti itu saya khawatir negara kita nggak kesatuan, ini serius. Misalnya diberlakukan 70:30 untuk daerah, padahal negara ini adalah negara kesatuan, akan habis negara kesatuan ini," katanya.
Menurutnya, kalau pun ada otonomi khusus persoalan pembagian tidak dilakukan secara ekstrim.
"Jangan pemerintah daerah lebih besar dari pemerintahan pusat, di Amerika Serikat pun tidak ada pembagian lebih besar dari pemerintah pusatnya," katanya.