Rabu 18 Mar 2015 00:54 WIB

Pakar : Ini Akibat Latar Belakang Menkumham Orang Partai

Rep: c26/ Red: Hazliansyah
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat tiba di ruang pimpinan MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat tiba di ruang pimpinan MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly belakangan menjadi sorotan karena keputusannya yang dinilai banyak pihak cukup kontroversial.

Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih mengatakan, hal itu terjadi akibat latar belakang Yasonna dari partai politik.

"Dulu sudah kita khawatirkan posisi Menkumham jangan orang partai. Tapi ternyata pilih orang partai, inilah akibatnya," kata Yenti kepada ROL, Selasa (17/3).

Dosen ilmu hukum ini mengatakan, latar belakang Yasonna yang merupakan politisi PDIP dikhawatirkan membawa banyak kepentingan politik. Padahal posisi Menkumham merupakan bagian penting dalam pemerintahan yang seharusnya dilaksanakan oleh orang yang tidak memiliki kepentingan kelompok didalamnya.

Melihat kondisi saat ini, putusan-putusan Yasonna justru dinilai banyak mengintervensi dan memihak satu kelompok, wajar jika masyarakat kemudian berpandangan demikian. Karena kebijakan yang diambil memang tidak sesuai dengan kondisi yang ada.

Ia menambahkan, sangat disayangkan keputusan Menkumham terutama soal remisi koruptor, yang justru membuat masyarakat meragukan posisinya karena tidak bisa melihat prioritas yang terjadi di Indonesia saat ini.

Sebelumnya Yasonna melontarkan wacana pemberian remisi untuk para koruptor dengan alasan koruptor sudah mendapatkan pembinaan di lembaga permasyarakatan.

Yasonna juga mengatakan peraturan presiden yang mengatur pembatasan remisi untuk koruptor bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang hak asasi narapidana.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement