REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dalam keadaan waspada setelah tertangkapnya 16 Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah dipastikan ingin bergabung dengan ISIS. Sebab, penangkapan 16 WNI tersebut mengindikasikan adanya gerakan ISIS yang semakin kuat di Indonesia.
Direktur the Community of Islamic Ideology Analyst (CIIA), Ustadz Haris Abu Ulya mengungkapkan, pada hakikatnya ISIS dianggap musuh dan ancaman bagi keberadaan dunia Barat dan rezim boneka di kawasan Timur Tengah. Menurutnya, sikap politik ini juga telah mempengaruhi negara Islam lainnya. Dalam hal ini, terangnya, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang terpengaruh akan sikap tersebut.
“Selama ini Indonesia terlihat jelas telah melekat dengan proyek dekonstruksi Barat terhadap Islam,” kata Pengamat Kontra-Terorisme ini kepada Republika, Rabu (18/3).
Menurut Haris, kemunculan isu ISIS di Indonesia itu akibat dari sudut pandang media sekuler. Artinya, media sekuler telah berjalan seirama dengan pemerintahan Indonesia yang menurutnya tampak sudah sekuler dalam memandang eksistensi ISIS. Penyebabnya, karena mereka menganggap pemikiran atau ideologi ISIS cukup berbahaya bagi ideologi bangsa Indonesia.
Untuk mengurangi pengaruh ISIS di Indonesia, Haris menyarankan agar pemerintah mengkriminalisasikan para pengikut ISIS. Hal ini berarti pemerintah perlu membuat regulasi sebagai payung hukum implementasi masalah tersebut.
Menurut Haris, pemerintah juga perlu memberikan pengarahan kepada masyarakat tentang ISIS dan bahaya yang terkandung di dalamnya. “Ditambah bermitra dengan banyak komponen masyarakat seperti ormas, tokoh-tokoh intelektual dan tokoh agama,” jelasnya.