REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menggandeng Turki untuk mencegah masuknya warga negara Indonesia (WNI) ke Suriah untuk bergabung dengan militan ISIS. Sayangnya Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, upaya tersebut terkendala penerapan bebas visa di Negeri Dua Benua tersebut.
“Ya kan hubungannya dengan Turki. Kan yang bisa mencegah masuk kan Turki. Kita sudah bicara juga dengan Turki. Tapi disana kan banyak turis jadi susah. Turki kan bebas visa orang,” jelas JK di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Kamis (19/3).
JK menegaskan, jika WNI ikut berperang untuk negara lain, maka status kewarganegaraanya hilang. Selain itu, pencabbutan status kewarganegaraan dapat dilakukan dengan pertimbangan besar kecilnya kesalahan yang dilakukan.
Saat ini, kata JK, pemerintah belum memutuskan langkah terkait 16 WNI yang menolak kembali ke Indonesia setelah ditahan oleh pemerintah Turki saat hendak menyeberang ke Suriah. “Ya kalau mau nggak kembali ya bagaimana. Ya apa kesalahannya dulu. Kalau hanya ke Turki kemudian ndak masuk, ya apa kesalahannya orang dicabut,” kata JK pasrah.
Sebelumnya diberitakan, 16 WNI ditahan di Gaziantep, Turki, akan segera dideportasi pemerintah setempat. Namun, ke-16 WNI tersebut justru menolak kembali ke Indonesia.
Mereka enggan kembali ke tanah air lantaran telah menjual harta bedanya di Indonesia. Tujuan mereka menyeberang ke Suriah pun untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik bersama dengan kelompok radikal ISIS. Sebab, ISIS memberikan iming-iming berupa kesejahteraan dan imbalan uang yang besar bagi para pengikutnya.