REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalangan politisi setuju adanya sanksi apabila terjadi penyelewengan atas alokasi dana pembiayaan partai politik sebesar Rp 1 triliun. Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo mewacanakan pendanaan Rp 1 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Parpol.
"Menurut kami kalau dana pembiayaan ditingkatkan, harus rasional sesuai kemampuan negara, dan harus ada punishment apabila ada pelanggaran alokasinya," kata politisi PPP Arsul Sani di Jakarta, Jumat (20/3).
Hal itu mengemuka dalam diskusi terkait pro-kontra pemberian dana parpol yang dihadiri perwakilan Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa di Rumah Kebangsaan, Jumat (20/3).
Arsul Sani mengatakan, wacana pendanaan Rp 1 triliun hendaknya tidak dipahami sebagai pembiayaan partai politik, melainkan pembiayaan terhadap fungsi partai politik. Sehingga, kata dia, partai politik yang tidak menjalankan fungsinya sebagaimana diatur undang-undang, tidak berhak mendapatkan dana dari APBN.
Politikus Partai Demokrat, Didi Irawadi Syamsudin menilai sanksi bagi partai politik tetap harus diatur sekalipun telah ada lembaga-lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan dan lain-lain.
"Bagi Demokrat ini usul menarik (terkait sanksi). Kita setuju pemberian dana Rp 1 triliun dengan catatan-catatan," katanya.
Didi mengakui tidak mudah menghimpun dana untuk partai. Selama ini, kata dia, iuran kader di legislatif sebesar 20-30 persen dari penghasilan, dan dari simpatisan-simpatisan masih jauh dari kata memadai.
Sementara itu politikus PKB, Yanuar Prihatin mengatakan sanksi bagi partai yang menyelewengkan dana Rp 1 triliun bisa diterapkan sesuai jenjang, baik sanksi administratif hingga sanksi pembubaran partai politik, termasuk juga sanksi pidana bagi oknum yang menyelewengkan.
Di sisi lain persyaratan partai penerima dana Rp 1 trilun pun juga harus jelas ukurannya. Ukuran itu, menurutnya, bisa diperbincangkan lebih jauh, misalnya partai tidak mengalami konflik internal, harus memiliki anggota dengan jumlah tertentu, harus memiliki infrastruktur memadai, serta dari aspek kelengkapan kepengurusan.