REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait pencegahan paham pembentukan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tidak mendesak untuk dilakukan.
"Cukup undang-undang yang ada saja, teroris kan selama dia berbuat jahat ya siapa saja itu harus dihukum. Tidak perlu pakai Perppu untuk itu, tetapi undang-undang antiteroris kita sudah cukup kuat sebenarnya," kata Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta, Kamis (26/3).
Dia menjelaskan dengan UU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tindak Pidana Terorisme sudah mengatur pasal-pasal mencegah dan menanggulangi aksi terorisme di Tanah Air. UU Nomor 15 Tahun 2013 merupakan pengesahan atas Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Terkait rencana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly yang akan menyusun Perppu soal pencegahan ISIS, Wapres mengaku tidak mengentahui substansi yang akan diatur di dalamnya.
"Saya belum tahu, tetapi intinya kita sudah punya Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menghukum siapa saja yang berbuat salah. Apa saja yang menimbulkan masalah seperti itu (terorisme) ya tidak boleh, tidak perlu ada spesifik ISIS atau apa saja," kata Wapres.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna H. Laoly menyatakan pihaknya sedang menyusun Perppu terkait status kewarganegaraan 16 WNI yang ditahan di Turki namun enggan dideportasi ke Indonesia.
"Kami sedang membahas dan menyinkronkan itu, mungkin bisa Perppu, tapi masih akan dilihat lagi. Karena UU kita tidak mengatur 'stateless', jadi kalau dicabut mereka jadi 'no citizen' dan UU kita tidak memungkinkan itu," kata Yasonna.
Untuk saat ini, lanjutnya, Pemerintah masih menganggap ke-16 WNI yang ditahan di perbatasan Turki karena hendak bergabung dengan gerakan radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
"Masalahnya kan mereka tidak mau dikembalikan (ke Indonesia) karena ada suaminya di sana (Suriah), jadi ini bukan persoalan mudah. Tetapi harus diatur kalau ada WNI yang melakukan pekerjaan diduga teroris di negara lain, itu harus kita atur. Kita akan buat payung hukumnya," kata Yasonna menjelaskan.