REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Operasi militer penghancuran gerilyawan Syiah Houthi di Yaman digelar untuk melindungi rakyat Yaman. Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat (AS) Adel al-Jubeir mengatakan serangan juga dilakukan untuk menjaga legitimasi pemerintah resmi Yaman yang digulingkan milisi yang didukung penuh Iran itu.
Saudi dan para negara sekutunya, kata Adel, tidak akan membiarkan Yaman jatuh lebih dalam lagi. "Kerajaan sudah berkonsultasi dengan AS dan sekutu kami lainnya meski militer AS tidak terlibat dalam operasi itu," kata dia di Washington, Kamis (26/3), sesaat setelah Raja Salman meluncurkan serangan ke Sanaa, Ibu Kota Yaman.
Operasi militer itu menyerang Istana Presiden, pelabuhan udara, basis-basis kelompok Houthi, dan selat yang dikuasai pemberontak. Suara ledakan terdengar keras dan asap pekat mengepul tinggi di sudut-sudut kota Sanaa. Korban jiwa berjatuhan sementara gerilyawan Houthi mencoba melakukan perlawanan.
Serangan udara ini, kata Adel, untuk menjaga Yaman tidak dikuasai lagi oleh Houthi yang merebut kekuasaan pada September 2014 lalu. Kelompok Houthi kini sudah menguasai kota-kota utama dan selat strategis di Yaman.
Sebelum serangan militer diambil, Adel menegaskan Saudi dan sekutunya sudah mencoba jalan damai, meminta Houthi mengembalikan kekuasaan kepada Presiden Hadi yang terguling. Namun upaya-upaya jalan damai itu selalu gagal di mana Houthi tampaknya lebih memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan krisis di negeri produksi minyak itu.
Aksi militer ini berdampak pada naiknya harga minyak mentah dunia pada perdagangan Kamis. Aksi ini dianggap akan mengganggu suplai minyak dari kapal mengingat pengiriman minyak harus melalui perairan Yaman sebelum mencapai Terusan Suez terus ke Eropa atau sebaliknya.