REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Harga bahan bakar minyak (BBM) kembali mengalami kenaikan sebesar Rp 500. Menanggapi lonjakan yang sangat cepat ini, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sulsel La Tunreng mengatakan, kenaikan ini akan sangat berdampak untuk dunia usaha.
Selain menurutnya, masalah kesejahteraan pekerja dalam hal ini gaji, jelas harus naik karena hal tersebut tidak bisa dipisahkan. Apalagi kemudian investasi bisa saja terganggu.
"Saat ini kondisi dunia usaha sedang kurang bagus. Ditambah kenaikan BBM, roda perekenomian pasti akan tergangi. Diperparah dengan isu-isu soal kebijakan yang lain dimana dapat menganggu dunia usaha," katanya, Ahad (29/3).
Hal senada terlontar dari Pengamat Ekonomi Muh Ali. Akademisi yang juga Wakil Rektor II Unhas ini mengatakan bahwa kenaikan BBM memang akan mempengaruhi dunia usaha.
Namun ia meminta kepada pemerintah pusat maupun provinsi agar dapat menjaga kestabilan harga sehingga tidak ikut melonjak naik. Pemerintah juga diminta memperbaiki distribusi logistik sehingga barang mudah didapat.
"Untuk awalnya memang ini akan mempengaruhi semua aspek, namun pemerintah diharapkan bisa melakukan pengendalian harga agar tidak terlalu melonjak naik," ujarnya.
Sementara, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya akan langsung mengkaji besaran dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan harga itu lebih cepat dari rencana yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat pada 1 April mendatang. Namun Syahrul belum dapat membeberkan langkah antisipasi yang dilakukan
"Untuk mengantisipasi adanya gejolak dari kenaikan BBM ini. Dengan kondisi harga BBM yang tidak menentu, pemerintah daerah masih membutuhkan waktu untuk mengkaji dampak dan antisipasi," jelasnya.
Dia juga mengkritisi langkah pemerintah pusat yang mengakibatkan harga BBM tidak stabil. Syahrul menyebut, dengan kondisi ini dampak yang ada cukup besar, apalagi dalam menjaga stabilisasi harga. Misalnya jika harga BBM naik akan diikuti kenaikan beberapa komponen, sedangkan kalau BBM turun, tapi saat harga barang tidak ikut turun.
Kondisi seperti itu menurut Syahrul menjadi tugas rumah yang harus diantisipasi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Seharusnya menurut dia, pemerintah pusat bisa memperhitungkan dampak kenaikan dengan terperinci.
"Karena untuk mestabilkan harga berbagai barang kebutuhan pokok membutuhkan campur tangan dari semua pemangku kebijakan ekonomi," tandasnya.