REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Hanafi Rais menilai Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) kurang memiliki analisis yang cermat dan mendalam, terkait pemblokiran 19 situs media Islam.
Ia mengatakan, seharusnya Kemkominfo tidak grasak-grusuk memblokir situs tersebut, apalagi hanya karena laporan satu pihak.
"Secara internal, Kemkominfo harus memverifikasi dan kroscek terkebih dulu apakah benar situs tersebut menyebarkan ajaran radikalisme," kata Hanafi pada Republika, Selasa (31/3).
Hanafi melihat beberapa situs-situs tersebut selain sudah cukup lama berdiri, juga tidak menyebarkan dan mengajarkan paham radikalisme. Ia melanjutkan pemblokiran situs-situs yang dianggap menyebarkan ajaran radikalisme harusnya juga diiringi dengan proses hukum.
"Harus ada proses hukum yang jelas, misalnya pengadilan," ujarnya.
Sebelumnya, Pihak Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mengakui telah memblokir 19 website sejak Ahad (29/3) kemarin.
Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Ismail Cawidu, ke-19 website itu dilaporkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai website yang menyebarkan paham atau simpatisan radikalisme.
Akibatnya, enam pimpinan redaksi situs media Islam yang diblokir menuntut tiga hal kepada Kemenkominfo karena dinilai sebagai tindakan zalim. Yaitu, tidak adanya hak Kemkominfo memblokir, hak normalisasi untuk situs yang diblokir, dan harus adanya diskusi dari semua pihak.