REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta kebijakan pemblokiran 19 situs dicabut karena tanpa melalui mekanisme yang ada dan tanpa didasari aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Penutupan situs itu memprovokasi masyarakat. Maka Kemenkominfo dan BNPT harus mencabut penutupan situs-situs tersebut. Saya menilai BNPT itu keterlaluan," katanya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis (2/4).
Fadli Zon mengatakan seharusnya pemerintah melakukan konsultasi dengan para ahli, cendikiawan dan organisasi keagamaan seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia. Menurut dia, langkah konsultasi itu untuk mendapatkan pemahaman situs mana yang berbahaya sehingga tidak dangkal dalam menilai radikalisme.
"Kita harus memahami apa itu radikalisme, itu berasal dari kata radik yang artinya akar, sehingga menpelajari sesuatu harus mengakar. Namun yang tidak boleh adalah fundamentalisme yang mengarah pada kekerasan," ujarnya.
Fadli juga menilai pemblokiran situs itu merupakan salah satu kemunduran dalam berekspresi dan menyatakan pendapat. Menurut dia, sebelum pemblokiran itu harus ditanyakan dahulu kepada pengelola situs dan jika diperlukan pemblokiran maka harus melalui pengadilan.
"(Pemblokiran) mungkin saja disengaja (karena sering mengkritik pemerintah), misalnya saya tahu bahwa isi situs Hidayatullah ilmiah dan bagus lalu era-muslim yang merupakan organisasi resmi serta jelas keberadaannya," kata Fadli.
Selain itu, dia menilai belum perlu dilakukan perubahan terhadap UU Terorisme mengantisipasi paham ISIS di Tanah Air. Menurut dia, ide untuk merevisi UU Terorisme harus dilihat apakah masuk Prolegnas atau tidak karena apabila tidak maka harus dilihat kepentingan dibaliknya dan urgensinya karena harus dipertanyakan apakah masuk masalah nasional Indonesia.
"Saya rasa tidak (masuk kepentingan nasional) karena ini dipakai sebagai alat politik untuk kepentingan asing. Banyak orang yang kurang kerjaan lalu mencari kerja melalui isu terorisme," tegasnya.