REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Politisi Partai Golkar pimpinan Aburizal Bakrie, Bambang Soesatyo menilai saat ini partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) tengah berupaya memperkuat posisi tawarnya terhadap Presiden Jokowi dengan cara melakukan politik pecah-belah partai oposisi.
"Praktik politik pecah-belah partai yang terjadi saat ini karena partai KIH ingin menaikan 'bargaining posisition' atau posisi tawar mereka terhadap Presiden Jokowi," kata Bambang Soesatyo di Jakarta, Minggu.
Bambang menduga partai KIH belum puas kendati telah mendapatkan beberapa kursi menteri dalam kabinet dan direksi atau komisaris di sejumlah perusahaan BUMN serta konsesi bisnis triliunan, sehingga mereka ingin menguasai Presiden.
"Mereka kerap geram dan 'galau' karena sampai saat ini mereka merasa sulit mengatur Presiden," kata dia.
Bambang menyatakan kondisi tersebut diperjelas dalam pidato politik Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Kongres PDIP di Bali kemarin yang berkali-kali menekankan bahwa para anggota DPR, menteri termasuk Presiden adalah petugas partai dan harus tunduk pada aturan, misi dan visi partai.
Menurut Bambang, kesulitan partai KIH untuk menundukkan Presiden lantaran suara partai KIH di parlemen tidak terlalu kuat dibandingkan dengan kekuatan Koalisi Merah Putih (KMP).
Terlebih, kata dia, hubungan Presiden dengan KMP belakangan semakin dekat, terutama saat pembahasan APBN-P 2015.
"Saat pembahasan APBN-P 2015 KIH ketika itu berusaha untuk mengulur-ulur waktu. Namun mereka akhirnya tidak berdaya karena KMP di parlemen kompak membantu pemerintah dan Presiden untuk mengutamakan kepentingan rakyat dengan mengesahkan APBN-P 2015 tepat waktu," jelas dia.
Oleh karena itu, Bambang menekankan KIH melakukan politik pecah-belah belah partai ala Belanda, demi meningkatkan posisi tawar terhadap presiden.
"Pertama, karena PPP lebih dulu ber-muktamar, maka partai berlambang Ka'bah inilah yang lebih dulu 'disikat' dengan menciptakan kepengurusan ganda dan selanjutnya sasaran berikutnya adalah Golkar. Mereka (KIH) berhasil dengan memanfaatkan kekuasaan dan kewenangan Menkumham sebagai petugas partai untuk memecah belah partai Golkar," kata dia.
Bambang berkesimpulan praktik politik pecah-belah partai saat ini berlandaskan kerakusan atas keinginan menguasai kekuasaan istana seluruhnya.
"Termasuk menguasai Presiden dengan memaksanya tetap menjadi petugas partai, bukan merelakannya menjadi petugas rakyat yang melayani," ujar dia.