REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menilai wacana adanya polisi parlemen untuk meningkatkan pengamanan di Gedung Parlemen sebagai sebuah ide yang konyol.
"Tugas polisi memang menjaga keamanan dan melindungi setiap warga negara, tanpa kecuali. Tanpa ada kesatuan khusus polisi parlemen, sudah menjadi tugas polisi membantu keamanan di sekitar kompleks parlemen," kata Bonar Tigor Naipospos dihubungi di Jakarta, Selasa (14/4).
Bonar mengatakan di negara demokratis, gedung parlemen merupakan rumah rakyat. Rakyat sebagai konstituen bisa leluasa bertemu dan menyuruh anggota parlemen sebagai wakilnya untuk menyalurkan aspirasinya.
"Yang berdaulat adalah rakyat, bukan wakil rakyat. Ancaman teror tidak akan terjadi selama parlemen bekerja dengan baik dan serius menyalurkan aspirasi rakyat," tuturnya.
Bonar menilai polisi parlemen nyaris tidak ada urgensinya. Karena itu, wacana tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan oleh publik. Pertanyaan yang mungkin muncul, misalnya, apakah ada kekhawatiran terhadap perseteruan antara dua kubu di partai politik dan perkelahian antaranggota parlemen, sehingga diperlukan polisi parlemen.
"Atau anggota DPR hanya sekadar ingin mendapat pengawalan, misalnya 'voorrijder', saat berkendara mobil. Atau jangan-jangan itu hanya ucapan manis dari Wakapolri Komjen Polisi Badrodin Haiti agar mendapat dukungan sebagai kapolri," ucapnya.
Daripada membentuk satuan khusus polisi parlemen, Bonar menyarankan agar kepolisian meningkatkan saja koordinasi dengan pihak pengamanan dalam (pamdal) yang sudah ada di kompleks parlemen.
DPR dan pimpinan Polri mewacanakan pembentukan polisi parlemen. Wacana tersebut telah diperbincangkan oleh Wakapolri Komjen Polisi Badrodin Haiti dengan sejumlah pimpinan DPR.
Wakapolri menjelaskan keberadaan polisi parlemen, yang juga ada di negara-negara lain, bertujuan agar penataan dan pengaturan keamanan di kompleks parlemen lebih efektif. Sedangkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan polisi parlemen bisa untuk mengantisipasi ancaman dan teror yang mungkin muncul terhadap anggota DPR.