REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Seorang pensiunan jenderal Rusia yang sekarang memimpin Pusat Analisis Geo-Politik think-thank, Leonid Ivashov mengatakan, Iran akan menjadi ladang besar pasca pengangkatan sanksi. ''Jika sekarang Rusia menunda dan meninggalkan Iran, maka nanti Washington dan sekutu akan merebut pasar besar Iran,'' kata dia dikutip kantor berita RIA NOVOSTI, Selasa (14/4).
Ryabkov mengatakan, Rusia memiliki harapan tinggi untuk mendapat keuntungan pertama karena dukungan mereka stabil untuk Iran. ''Kami tak pernah menyerah untuk Iran bahkan dalam situasi tersulit, baik dalam minyak mapun gas. Kerjasama kami tidak boleh dianggap remeh,'' kata dia.
Ia juga menegaskan bahwa embargo senjata terhadap Iran harus diangkat setelah kesepakatan nuklir diselesaikan.
Sementara, seorang pejabat senior pemerintah mengatakan Rusia telah memulai implementasi kesepakatan barter. Rusia memasok biji-bijian, peralatan dan material konstruksi ke Iran sebagai bagian dari pertukaran dengan minyak mentah.
Sumber yang tak disebut namanya ini mengatakan, kesepakatan bernilai hingga 20 milyar dolar AS itu dibuat lebih dari setahun lalu. Rusia akan membarter hingga mendapat 500 ribu barel minyak per hari dari Iran.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengonfirmasi implementasi kesepakatan barter tersebut. ''Dalam pertukaran untuk pasukan minyak mentah Iran, kami memberikan produk tertentu. Ini tidak dilarang maupun dibatasi di bawah rezim sanksi saat ini,'' kata dia pada Senin.
Iran adalah pembeli gandum terbesar ketiga dari Rusia. Rusia berharap untuk memanfaatkan ekonomi dan perdagangan jika perjanjian nuklir dicapai antara Iran dan Rusia, Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jerman dan Cina.
Rusia dan Iran memiliki waktu hingga 30 Juni untuk mencapai kesepakatan teknis hingga Iran menghentikan program nuklirnya dan mendapat pengangkatan sanksi ekonomi sebagai pertukaran.
Sanksi terhadap Iran telah memotong ekspor minyak hingga 1,1 juta barel per hari dari 2,5 juta barel pada 2012.