Jumat 17 Apr 2015 22:51 WIB

Lima Persepsi Berbahaya bagi Umat Islam

Rep: c97/ Red: Agung Sasongko
Mencegah Paham Radikal.  (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Mencegah Paham Radikal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Lajnah Intelektual, Hizbut Tahrir Yogyakarta, Nopriadi, terdapat lima persepsi berbahaya bagi umat Islam. Lima hal tersebut adalah terorisme, dialog antar agama, jalan tengah atau sikap moderat, fundamentalisme, dan Globalisasi. Lima persepsi tersebut seringkali menyesatkan umat dan memunculkan kebencian terhadap islam.

"Ada yang bermakna tidak baik menjadi baik, dan yang bermakna negatif menjadi positif. Ditambah lagi persepsi-persepsi buruk selalu disematkan pada Islam. Ini jelas merugikan islam," tuturnya pada acara Dirosah Insan Media di Jalan AM Sangaji, Jumat (17/4).

Pertama, Terorisme. Nopriadi menuturkan, kata ini dikampanyekan pertama kali oleh intelijen Amerika Serikat. Mereka menggunakannya untuk menyerang kelompok-kelompok yang mengancam kepentingan politik penguasa AS pada tahun 1970-an. Selang tiga puluh tahun setelah itu, AS mengidentikan terorisme dengan islam pada kejadian WTC.

Alhasil, banyak orang yang terjebak dalam paradigma islam sebagai agama yang keras. Lalu membenci syariat dan ikut menentang Islam. "Bahkan di negara Islam sendiri, propoganda Amerika ini berhasil," tutur Nopriadi. Padahal menurutnya Islam sama sekali bukan ideologi yang menuntut orang menjadi teroris.

Dua, dialog antar agama. Kata ini seolah dipandang sebagai sesuatu yang positif. Namun pada akhirnya membuat umat kehilangan identitas. Karena melalui dialog antar agama, umat secara sengaja dipaksa untuk mencampuradukkan nilai-nilai agama lain dengan islam. Hal ini dapat merusak akidah.

Tiga, jalan tengah atau moderat. Moderat hanya boleh diambil untuk masalah muamalah dan bukan aqidah. Seringkali saat ini umat mengambil langkah abu-abu karena ingin dikatakan moderat. "Padahal dalam islam yang halal dan yang haram sudah jelas," katanya. Kesalahan tersebut, menurut Nopriadi, dilatarbelakangi oleh ketidakpahaman umat terhadap ajaran islam.

Empat, fundamentalis. Nopriadi menyebutkan bahwa fundamentalis memiliki makna yang sama dengan radikalisme. Banyak orang berpikir bahwa fundamentalis ini salah. Padahal belum tentu begitu. Fundamentalis merupakan sikap keteguhan yang ditampilkan seseorang dalam meyakini kepercayaannya.

Nopriadi menuturkan bahwa fundamentalis bisa menjadi sesuatu yang baik bagi seorang muslim. Asalkan ia benar-benar memahami islam yang baik.

Lima, globalisasi. Nopriadi menjelaskan, globalisasi adalah hal yang harus diwaspadai. Sebab makna dari globalisasi sendiri adalah integrasi perekonomian untuk menyokong pihak-pihak tertentu. "Maka itu globalisasi adalah bentuk lain dari penjajahan," ungkapnya.

Karena hal itu, Nopriadi meminta kepada umat islam untuk mempelajari dan memahami agamanya secara lebih baik. "Memang membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk memahami agama ini. Tapi ini adalah kewakiban bagi kita agar tidak mudah disesatkan oleh persepsi publik yang selama ini beredar," ucapnya menutup penjelasan.

Materi yang disampaikan oleh Nopriadi merupakan bahasan dalam buku Persepsi-persepsi Berbahaya untuk Menghantam Islam dan Mengokohkan Peradaban Barat. Buku tersebut ditulis oleh Syekh Abdul Qadim Zallum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement