REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasa kecewa tak bisa dihindari kala dua tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia dieksekusi mati oleh pemerintah Arab Saudi tanpa pemberitahuan. Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPS) Fahira Idris mengatakan inilah saat yang tepat bagi RI untuk menghentikan pengiriman TKW sebagai pekerja rumah tangga ke Arab Saudi.
"Saat ini, tidak ada gunanya saling menyalahkan. Upaya diplomatik seperti apapun sulit dilakukan karena hukum di Saudi berbeda. Selama keluarga korban tidak mau memaafkan dan Raja tidak mengampuni maka hukuman mati tidak bisa dibatalkan. Inilah saatnya kita hentikan pengiriman TKW sebagai PRT ke Arab Saudi," kata Fahira.
Fahira menambahkan, tidak semua memang TKW Indonesia yang mendapatkan perlakuan tidak mengenakan tersebut. Namun sebagai negara, upaya ini merupakan bentuk sikap terhadap harga diri negara, pemerintah harus tegas melindungi nyawa warganya.
Karena Fahira yakin kepergian TKW ke Arab Saudi hanya untuk mencari nafkah. "Mereka tidak akan berbuat kejahatan, kalau diperlakukan layaknya manusia," kata senator asal Jakarta ini.
Atas kejadian ini Fahira juga menyayangkan sikap pemerintah Arab Saudi yang tidak mengindahkan etika diplomatik. Karena menurutnya apapun tidak kejahatannya, etikanya, negara tersebut harus memberitahukan tindakan hukum apa yang akan mereka putuskan.
Saat ini Fahira meminta pemerintah merilis kepada publik sebenarnya berapa banyak jumlah tenaga kerja indonesia (TKI) di luar negeri yang terancam hukuman mati atau yang sedang menunggu eksekusi.
"Publik perlu tahu data pastinya. Pemerintah juga harus merinci perkembangan kasusnya, dan apa saja upaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan warga negara kita yang terancam hukuman mati. Ini penting agar publik terutama keluarga korban tidak terkejut seperti ini," katanya.