Selasa 21 Apr 2015 19:04 WIB

Wonogiri Aman Obat Buvanest Spinal dan Heavy

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Djibril Muhammad
RS Amal Sehat, Wonogiri
Foto: amalsehathospital
RS Amal Sehat, Wonogiri

REPUBLIKA.CO.ID, WONOGIRI -- Kabupaten Wonogiri, Jateng, dinyatakan wilayah tak terdampak kasus obat salah kemasan yang dilakukan salah satu produsen obat, yakni jenis Buvanest Spinal 0,5 gram dan Heavy 4,0 gram.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Wonogiri, Widodo, menegaskan, untuk wilayah Wonogiri saat ini tak terdampak pada kasus obat salah kemasan. "Dapat dipastikan gudang farmasi Wonogiri pun aman dari produk obat tersebut," katanya, Selasa (21/4).

DKK Wonogiri juga sudah mengantisipasi hal itu. Sejak bergulirnya kasus yang menewaskan dua pasien meninggal tersebut, DKK langsung menggelar inspeksi mendadak dan memeriksa kemungkinan terjadi kasus serupa di Kabupaten Wonogiri. "Hasilnya? Tidak ada, kami telah memeriksanya," kaata Widodo.

Widodo mengaku, sejak mendapat surat edaran (SE) dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), tentang produk PT Kalbe Farma itu, seluruh rumah sakit, Puskesmas, dan apotek melakukan pemeriksaan terhadap stok obat mereka. "Hasilnya sama, kami juga tidak menemukan kasus tersebut," katanya.

Kekhawatiran kalangan dokter pun, juga sempat terjadi. Ini karena, mereka selaku pihak pertama yang bersentuhan dengan obat-obatan tersebut. Namun, hal itu berangsur mereda. Ini setelah tidak ditemukan produk salah kemasan itu.

Pihak PT Kalbe Farma juga telah melakukan penarikan terhadap obat-obatan tersebut. Masyarakat juga diminta tidak perlu khawatir akan hal ini. Dan, jika akan melakukan pengobatan, agar mempercayakan pada tim medis di Puskesmas atau rumah sakit.

DKK menghimbau kepada masyarakat yang akan berobat, agar sebelumnya berkonsultasi kepada dokter tentang keluhan kesehatan. Selain itu, juga pasien diharapkan menyampaikan obat-obatan tertentu yang mungkin menjadi kontra indikasi pasien. Ini dilakaukan agar tidak terjadi malapraktek di kemudian hari.

''Kalaupun terjadi keluhan setelah pemberian obat, misalnya, gatal pada bagian tertentu, pasien supaya melapor kepada dokter yang menangani. Masalahnya, pihak yang memberikan obat memang harus bertanggung- jawab sepenuhnya. Termasuk masyarakat. Jika tidak memahami kandungan obat, maka jangan sekali-sekali merekomendasikan obat kepada orang lain. Karena bisa saja terjadi kontra indikasi.

"Kondisi fisik setiap orang berbeda, cocok pada seseorang belum tentu cocok juga pada orang lain," kataWidodo.

DKK Wonogiri juga memberikan saran kepada BPOM untuk membuka cabang setiap kabupaten/kota. Pasalnya,kasus yang sering terjadi, seperti, makanan yang telah kadaluarsa. Dinas kesehatan selalu dikaitkan untuk dimintai pertanggungjawaban. Padahal, kewenangan memeriksa makanan adalah BPOM itu sendiri.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement