Rabu 22 Apr 2015 21:39 WIB
Uji Materi UU Kedokteran Ditolak

IDI: Aparat Hukum tak Tahu Profesi Kedokteran

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Djibril Muhammad
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)
Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mencerminkan aparat hukum tidak mengerti profesi kedokteran.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI Zaenal Abidin mengatakan petugas hukum tidak tahu profesi kedokteran. Itu terlihat dari kasus Dokter Ayu Sasiary sebelumnya, keputusan hukum tidak pasti, sudah dinyatakan bersalah, kemudian dicabut, akhirnya ditetapkan lagi hingga akhirnya dicabut lagi.

Menurutnya, memang perlu ada sosialisasi hukum kedokteran. Termasuk, tata cara dokter dalam mengamalkan profesinya kepada penegak hukum. Agar pasal-pasal pembunuhan tidak lagi dialamatkan ke dokter.

“Selama tidak ada unsur pidana kasusnya tidak perlu masuk pengadilan, bisa lewat Majelis Kehormatan Etika Kedokteran atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),” ujarnya kepada Republika, Rabu (22/4).

 

Seharusnya, kata dia, penegakan hukum yang diterapkan terhadap profesi kedokteran sama dengan profesi lainnya. Yaitu penegakan hukum berjenjang, bukan bersamaan.

Memang, kata dia, semua kasus dokter yang dipidana pasti melanggar kode etik dan kedisiplinan. Tetapi, tidak semua pelanggaran etik dan disiplin otomatis masuk ranah pidana dan dijerat dengan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP).

"Namun, bukan berarti dokter itu harus kebal hukum," ujarnya.

Kalau terbukti ada identifikasi pidananya, ia mempersilahkan diproses. Adapun tuduhan kelalaian tetap masuk wilayah disiplin kedokteran.

Sebelumnya, MK memutus menolak permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Putusan tersebut menekankan bahwa etika profesi, disiplin profesi, dan norma hukum secara normatif tidak dapat saling meniadakan atau saling menggantikan.

"Mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon," ujar Ketua MK Arief Hidayat mengucapkan amar putusan di ruang sidang pleno Gedung MK, Jakarta, Senin (20/4).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement