REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pidatonya di acara Konferensi Asia Afrika (KAA), Presiden Joko Widodo menyebut pandangan untuk tetap mengikuti lembaga keuangan internasional IMF, World Bank, ataupun ADB adalah pandangan usang. Ia menilai keberadaan lembaga keuangan dunia tersebut justru tak memberikan solusi yang baik bagi persoalan ekonomi bangsa.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) FITRA, Yenny Sucipto menilai pernyataan dan sikap Jokowi tersebut justru bertentangan dengan implementasi kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ini.
"Tidak senada dengan implementasi kebijakan yang ada. APBN 2015 itu sudah ada penarikan utang sebesar Rp 42,9 triliun. Posisi utang kita per November 2014 itu Rp 2.800 triliun. Tiba-tiba per Februari 2015 naik Rp 3.800 triliun. Ada Rp 1.000 triliun dalam jangka waktu hampir 4-5 bulan. Tidak sesuai apa yang disampaikan kemarin di pidatonya," kata Yenny dalam diskusi di TIM, Jakarta, Jumat (24/4).
Lanjut dia, dalam APBN justru memiliki utang dari sejumlah lembaga keuangan dunia seperti ADB, Bank Dunia, JICA, IMF, serta pemerintahan Australia. "Termasuk Rp 42,9 T itu lebih banyak ditarik utangnya dari World Bank dan ADB. Dan menarik sekitar Rp 80 T untuk dana cadangan utang," jelas Yenny.
Menurut dia, dengan kebijakan pemerintah yang tengah menarik banyak investor ke dalam negeri, justru dapat semakin menumpuk hutang luar negeri. Tercatat, saat ini, hutang asing Indonesia terus meningkat. Lanjutnya, berdasarkan catatan BI, posisi utang asing Indonesia pada akhir Februari 2015 sebesar Rp 3.832 T atau naik 9,4 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan kritikannya terhadap sejumlah lembaga internasional. "Pandangan yang mengatakan bahwa persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan oleh World Bank, IMF, dan ADB adalah pandangan yang usang dan perlu dibuang," kata Jokowi dalam pidatonya, Rabu (22/4).
Menurut dia, pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan hanya pada tiga lembaga keuangan dunia itu. Negara-negara Asia dan Afrika seharusnya dapat membangun perekonomian dunia yang baru.