REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik yang terjadi di internal Golkar dinilai merusak dasar dan semangat partai tersebut. Konstituen akan semakin kecewa, karena partai beringin ini terjebak pada pragmatisme sesaat. Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, sikap yang diperlihatkan kubu Ical di partai Golkar menunjukkan tidak adanya idealisme.
"Tak ada kepentingan lain (selain kekuasaan) dalam berpolitik dijalankan," ujarnya, di Jakarta, Jumat (24/4).
Kekisruhan di internal Golkar semakin memperlihatkan sikap elit Parpol yang terlalu mementingkan kekuasaan. Apa yang dilakukan Aburizal Bakrie dalam kisruh Partai Golkar dianggap dapat menjadi contoh itu. Bagaimana tidak, meski Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly telah mengesahkan kubu Agung Laksono, tapi perlawanan masih dipertontonkan Ical, Aburizal biasa disapa.
"Elite parpol yang mati-matian mempertahankan kekuasaan menunjukkan tipu muslihat. Lilitan kekuasaan membuat oportunis. Jadi tak ingin kehilangan peluang sedikit pun," kata Lucius Karus.
Karena itu, menurutnya, instrumen yang dipentingkan, seperti yang diperlihatkan kubu Ical, hanya memanfaatkan demokrasi sebagai alat melanggengkan nafsu kekuasaan. Apalagi, sambung Lucius, jabatan strategis sebagai ketua umum parpol secara tidak langsung memperoleh manfaat ekonomis.
"Jadi tidak akan rela bila kekuasaan itu diambil dari diri atau kelompok. Nanti (Ical) tidak ada penghasilan lagi," katanya.