REPUBLIKA.CO.ID, Mohammad Sirajuddin Syamsuddin atau dikenal luas dengan nama Din Syamsuddin menyadari, peran politik negara perlu pengawalan dan pengawasan ketat dari elemen civil society.
Sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din mengajak elemen masyarakat madani untuk melihat lagi bagaimana dampak produk perundang-undangan yang disetujui di Senayan terhadap kepentingan jangka panjang memakmurkan Indonesia. Maka sejak 2010, Muhammadiyah mulai menggalang gerakan yang disebut sebagai Jihad Konstitusi dengan menggugat sejumlah undang-undang yang berpihak pada liberalisme ekonomi.
Dengan merujuk Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai batu ujinya, Din beserta para mujahidin konstitusi sukses meyakinkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengeliminasi dua produk Senayan yang pro-kekuatan asing. Yakni UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas (Migas). Kemudian, UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).
Tidak berhenti sampai situ, Din dan para mujahidin konstitusi kembali menggugat tiga undang-undang sekaligus ke MK. Yakni UU 24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), dan UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. “Setidaknya 115 produk perundang-undangan Indonesia yang berpotensi besar menyimpang dari amanat konstitusi. Jihad konstitusi jalan terus,” kata Din.
Kiprah Din tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di panggung internasional. Din mempromosikan Islam Indonesia ke panggung global. Islam yang rahmatan lil ‘alamin untuk menunjukkan bahwa Islam dan umat Islam Indonesia tidak sama dengan kelompok Islam tertentu di belahan dunia lain yang keras, radikal, dan mengambil jalan kekerasan.
Sejalan dengan itu, Din terlibat aktif dalam dialog antaragama. Misalnya, berdialog dengan Paus Franciskus dan berbicara di depan para peserta Kongres Yahudi Dunia di Budapest, Hongaria, pada 2013. Demikian pula, Din mendapat kehormatan berbicara di hadapan Dewan Keamaman PBB, di New York, Amerika Serikat, pada 2012, sekaligus dalam rangka merayakan Pekan Harmoni Antarumat Beragama.
Selain itu, sebagai bentuk pengakuan dunia internasional, Din mendapatkan amanah jabatan di pelbagai posisi penting organisasi perdamaian dunia. Sebut saja, sebagai Co-President World Conference on Religions for Peace/WCRP (2006-sekarang) dan Presiden Asian Conference on Religions for Peace/ACRP (2004-sekarang).
Din ikut mendirikan Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations/CDCC. Tokoh Muslim moderat ini juga berperan dalam upaya pemulihan perdamaian di sejumlah negara pasca-konflik, seperti Filipina Selatan, Thailand Selatan, Nigeria, dan Kosovo.