Kamis 30 Apr 2015 14:42 WIB

Jalan Memakmurkan Rakyat dengan Jihad Konstitusi

Red: Joko Sadewo
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, Mohammad Sirajuddin Syamsuddin atau dikenal luas dengan nama Din Syamsuddin menyadari, peran politik negara perlu pengawalan dan pengawasan ketat dari elemen civil society.

Sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din mengajak elemen masyarakat madani untuk melihat lagi bagaimana dampak produk perundang-undangan yang disetujui di Senayan terhadap kepentingan jangka panjang memakmurkan Indonesia. Maka sejak 2010, Muhammadiyah mulai menggalang gerakan yang disebut sebagai Jihad Konstitusi dengan menggugat sejumlah undang-undang yang berpihak pada liberalisme ekonomi.

Dengan merujuk Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai batu ujinya, Din beserta para mujahidin konstitusi sukses meyakinkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengeliminasi dua produk Senayan yang pro-kekuatan asing. Yakni UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas (Migas). Kemudian, UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA).

Tidak berhenti sampai situ, Din dan para mujahidin konstitusi kembali menggugat tiga undang-undang sekaligus ke MK. Yakni UU 24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU 25/2007 tentang Penanaman Modal Asing (PMA), dan UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.  “Setidaknya 115 produk perundang-undangan Indonesia yang berpotensi besar menyimpang dari amanat konstitusi. Jihad konstitusi jalan terus,” kata Din.