REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan kasus Mary Jane Fiesta Veloso harus menjadi momentum untuk memperbaiki kinerja aparat hukum di Indonesia.
"Aparat penegak hukum harus lebih pintar. Jangan asal memutuskan. Bagaimana mungkin orang seperti Mary Jane disebut gembong narkoba? Bisa dilihat profilnya seperti apa," kata Haris Azhar dihubungi di Jakarta, Selasa (5/5).
Haris mengatakan sejak awal sudah terlihat adanya ketidakberesan dalam proses hukum terhadap Mary Jane. Tidak adanya penerjemah yang mendampingi Mary Jane menunjukan proses hukum dilakukan asal-asalan.
Selain itu, penyidik juga tidak pernah berusaha mencari orang-orang yang disebutkan Mary Jane dalam proses hukum. Padahal, dia sudah menyebutkan siapa yang menyuruh dan siapa yang dituju. "Itu menunjukkan kemalasan aparat penegak hukum. Seharusnya kalau kurang jelas, datang ke negerinya untuk melakukan investigasi dengan baik," tuturnya.
Pun dalam memutus hukuman bagi Mary Jane, Haris menilai hakim terlalu terburu-buru dan asal-asalan dalam menjatuhkan vonis mati. Menurut Haris, proses pengadilan di Filipina yang menemukan adanya beberapa orang yang menyuruh atau memanfaatkan Mary Jane seharusnya bisa menjadi bukti baru atau novum dalam pengajuan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
"MA harus memeriksa keterangan-keterangan baru yang muncul dalam proses di pengadilan Filipina," ujarnya.
Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane yang sedianya dilakukan pada Rabu (29/4) dini hari. Penundaan dilakukan karena Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4).