REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan bila terbukti merupakan korban perdagangan orang atau trafficking, maka Mary Jane Fiesta Veloso tidak boleh dipidanakan.
"Konvensi Internasional untuk Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Palermo Protokol jelas menyatakan saksi korban tidak boleh dipidana karena harus memberikan keterangan," kata Anis Hidayah dihubungi di Jakarta, Rabu (6/5).
Karena itu, Anis mengatakan peradilan di Indonesia harus menghormati dan menunggu proses peradilan yang sedang berjalan di Filipina. Bila memang Mary Jane adalah korban trafficking, maka hal itu bisa menjadi temuan baru atau novum untuk pengajuan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait vonis hukuman mati yang dijatuhkan.
"Kasus 'trafficking' ada tiga unsur, yaitu perpindahan orang, cara dan eksploitasi. Saya melihat dalam kasus Mary Jane, semua itu ada. Tinggal pembuktian di Filipina," tuturnya.
Menurut Anis, kejadian yang menimpa Mary Jane itu jamak terjadi. Dalam beberapa kasus yang ditangani Migrant Care, cukup banyak warga negara Indonesia (WNI) yang terancam dipidana karena dijebak sebagai kurir narkoba.
"Banyak WNI yang terjebak menjadi kurir narkoba di Filipina, Tiongkok dan Malaysia," ujarnya.
Mary Jane merupakan satu di antara sembilan terpidana mati yang seharusnya dieksekusi pada gelombang kedua, Rabu (29/4) dini hari, setelah upaya hukum grasi maupun permohonan PK ditolak.
Namun, Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane karena Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4).