Kamis 07 May 2015 10:20 WIB

Nafas Islam di Kraton Yogyakarta (1)

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Keraton Yogyakarta
Foto: Yogyayes
Keraton Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID,Yogyakarta adalah jantung pergumulan Islam dengan budaya Jawa. Namun, seperti yang diakui oleh sejarawan Amerika Serikat Mark Woodward, orang tidak akan dapat melepaskan pengaruh Islam yang sudah mendalam di Kraton Yogyakarta.

Kraton ini berdiri pada tahun 1756, sebagai hasil Perjanjian Giyanti antara Pangeran Mangkubumi, Paku Buwono III, dan Belanda. Dalam Kraton Jogja: The History and Cultural Heritage, secara resmi dikatakan ideologi yang dianut oleh Kasultanan Yogyakarta adalah Islam-Jawa.

Hal itu terefleksi dalam berbagai sistem di Kraton Yogyakarta, termasuk gelar sultan, yakni Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga, Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah. Gelar tersebut menyiratkan bahwa sultan adalah pemimpin politik pemerintahan, panglima perang, sekaligus pemimpin agama.

Jejak Islam di Kraton Yogyakarta juga dapat ditelusuri lewat keberadaan kampung-kampung santri di pinggiran kota Yogya.

Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Roudlatul Fatihah, Plered, Bantul KH M Fuad Riyadi mencatat, ada sejumlah desa yang menyandang status kampung santri, di antaranya Mlangi, Wonokromo, Dongkelan, Plosokuning, dan Kauman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement