REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penyidik Bareskrim Polri berusaha menelusuri aliran dana kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indonesia (TPPI) pada kurun waktu 2009-2010.
"Sekarang kami lagi fokus melacak uang (kasus) ini kemana. Kami berusaha untuk memblokir agar uang ini tidak beredar, sehingga kami bisa kembalikan ke negara," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Victor E. Simanjuntak, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Dalam kasus ini, diperkirakan negara dirugikan sebesar Rp 2 triliun. Pihaknya akan berupaya keras mengembalikan uang negara semaksimal mungkin.
"Kami tidak mengatakan dana 156 juta dolar AS itu akan kembali semua, tapi kami berusaha bisa melacak dan mengembalikan sebesar-besarnya," tegasnya.
Hingga saat ini pihaknya belum mengetahui dana kasus tersebut mengalir ke rekening siapa. "Belum kelihatan (mengalir) ke siapa saja. (Namun) ada yang (yang masuk ke rekening) perorangan," ucapnya.
Penyidik, kata Victor, membutuhkan waktu untuk meneliti aliran dana kasus ini sebelum diungkapkan ke publik.
Dalam kasus tersebut, Polri telah menetapkan satu orang tersangka berinisial DH. DH yang merupakan pejabat BP Migas diduga telah menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung PT TPPI sebagai perusahaan pelaksana, tanpa melalui prosedur yang seharusnya.
Sebelumnya, pada Selasa (5/5) hingga Rabu (6/5) dini hari, penyidik Bareskrim Polri menggeledah kantor SKK Migas yang berlokasi di Wisma Mulia, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan dan kantor PT TPPI di Mid Plaza II Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat.
Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen.Kasus ini bermula dari penunjukan langsung SKK Migas terhadap PT TPPI terkait penjualan kondensat pada kurun waktu 2009-2010.
Tindakan ini menyalahi peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondesat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara.
"Ini melanggar ketentuan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 UU Nomor 15 Tahun 2002 Tentang TPPU sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara," paparnya.
Akibat kasus ini, diperkirakan negara dirugikan sebesar 156 juta dolar AS atau Rp2 triliun.