REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Political Communication Institute Heri Budianto mengatakan rencana DPR untuk merevisi Undang-Undang (UU) Partai Poltik (Parpol) dan UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) membuktikan ketidakmampuan Parpol di Indonesia dalam menyelesaikan konfliknya.
Menurutnya rencana revisi dua UU tersebut jauh dari kepentingan rakyat dan hanya kepentingan elit semata. "Menurut saya, tidak perlu ada perubahan UU. Desakan itu hanya untuk kepeentingan partai saja," kata Heri kepada Republika, Kamis (7/5).
Selain itu, lanjutnya, revsi UU itu juga bisa merusak tahapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam memepersiapkan Pilkada. Heri juga mengatakan sudah jelas partai yang berkonflik harus selesaikan dulu permasalahan internalnya melalui mahkamah partai jika ingin berpartisipasi dalam pemilu.
"Kalau tetap direalisasikan revisi UU tersebut, masyarakat akan semakin tidak percaya pada Parpol nanti,"
tambahnya.
Sebelumnya, KPU melalui draf Peraturan KPU mensyaratkan parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada. Namun dalam rapat antara Pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU dan Kemendagri, Senin (4/5), DPR meminta KPU untuk mengikutsertakan partai bersengketa dalam pilkada, meskipun baru mengantongi putusan sementara pengadilan.
KPU menolak permintaan tersebut karena tidak ada payung hukum yang mengatur atas hal itu. Akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.