REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejarah Keraton Yogyakarta sebagai penerus Kesultanan Mataram Islam tidak bisa dipisahkan dari Kekhalifahan Turki Utsmani. Sejarawan Tiar Anwar Bachtiar menjelaskan, hubungan itu tercermin dari gelar khalifatullah yang disandang Sultan Hamengkubuwono.
“Pada masa Mataram Islam, Turki Utsmani adalah kekhalifahan terkuat di dunia. Setiap kerajaan Islam berkepentingan untuk menjalin hubungan dengan Turki Utsmani. Demikian pula dengan Kesultanan Mataram Islam,” jelasnya kepada Republika, Jumat (8/5).
Beberapa kerajaan Islam yang tunduk di bawah Turki Utsmani akan berstatus sebagai fasal atau negara yang mendapat otonomi khusus. Tiar Anwar juga menjelaskan, setiap ada pergantian sultan, mereka harus melaporkan kepada Sultan Turki Utsmani yang sedang berkuasa untuk meminta pengesahan atau legitimasi.
“Gelar khalifatullah menjadi simbol hubungan antara Mataram Islam dan Turki Utsmani, yang menandai perwakilan Turki Utsmani di tanah Jawa,” lanjut sejarawan Muslim tersebut.
Dia melanjutkan, hubungan itu tidak hanya dijalin Kesultanan Mataram Islam, melainkan juga kerajaan Islam lain di Nusantara. Aceh, misalnya. Turki Utsmani bahkan pernah mengirimkan bantuan pasukan ke Aceh saat kerajaan itu berjuang melawan tentara Portugis.
Ketika akhirnya Mataram Islam pecah, Turki Utsmani melanjutkan hubungan dengan Keraton Yogyakarta, meski tidak sekuat sebelumnya. “Keraton Yogyakarta dianggap sebagai pewaris langsung Keraton Mataram karena secara lebih kuat secara politik,” ujarnya.
Namun, ia menambahkan, hubungan antara Turki Utsmani dengan fasal-fasalnya semakin lemah. "Bahkan terputus, sejak kekhalifahan itu ambruk pada 1924. Sejak itu, Turki Utsmani digantikan oleh negara Turki modern yang sekuler.”