Selasa 12 May 2015 16:28 WIB

AS-Saudi Dikabarkan Retak, Raja Salman Telepon Obama

Rep: Gita Amanda/ Red: Ilham
Raja Salman bertemu dengan Presiden AS Barrack Obama.
Foto: Reuters
Raja Salman bertemu dengan Presiden AS Barrack Obama.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih bergegas menepis anggapan publik mengenai keretakan hubungan Amerika Serikat dan Arab Saudi setelah Raja Saudi Salman bin Abdulaziz membatalkan pertemuan langsungnya dengan Presiden Barack Obama. Mereka mengumumkan Obama dan Salman telah berbicara melalui sambungan telepon untuk mengecilkan perbedaan.

Yahoo News memberitakan pada Selasa (12/5), kedua pemimpin telah berbicara melalui sambungan telepon. Menurut Gedung Putih, Salman menelepon Obama untuk mengungkapkan penyesalannya karena tak bisa menghadiri pertemuan di Washington.

"Kedua pemimpin menekankan kekuatan kemitraan kedua negara, berdasarkan kepentingan dan komitmen bersama terhadap stabilitas dan kemakmuran di kawasan ini," ungkap pernyataan Gedung Putih.

Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest menolak klaim yang menyatakan Riyadh mencoba mengirim pesan dengan ketidakhadiran Raja Salman. Menurutnya, tak ada hubungan antara ketidakhadiran Raja Saudi tersebut dengan agenda yang direncanakan di Camp David. "Jika demikian, pesan itu tak diterima," katanya.

Menteri Luar Negeri Saudi, Adel al-Jubeir mengatakan hal senada. Menurutnya, tak ada hubungan antara ketidakhadiran raja dengan perselisihan kedua negara. Jubeir juga menolak anggapan Raja Salman membatalkan kunjungan karena sakit.

"Kesehatan raja sangat baik, Alhamdulillah," ungkap Jubeir.

Namun tak dipungkiri, ada kekhawatiran mengenai kesepakatan nuklir Iran dengan negara Barat termasuk AS. Negara Teluk khawatir, kesepakatan bisa mencairkan puluhan miliar dolar bagi Teheran yang dapat digunakan untuk membeli senjata. Negara-negara Teluk juga menganggap Iran telah banyak campur tangan dalam urusan negara-negara di kawasan tersebut.

"Kami melihat campur tangan Iran di Lebanon, Suriah, Irak. Kami juga melihat campur tangan Iran di Yaman," ujar Jubeir.

Pada Ahad (10/5) lalu, Riyadh mengumumkan Raja Salman menyatakan tak akan hadir pada pertemuan dengan Obama dan pertemuan puncak di Camp David. Raja justru mengutus Putra Mahkota Mohammed bin Nayef dan Wakil Putra Mahkota Mohammed bin Salman untuk menghadiri undangan Washington.

Beberapa analis dan diplomat Timur Tengah dan Washington menafsirkan keputusan Salman sebagai penghinaan diplomatik. Namun, tuduhan tersebut dibantah para pejabat Saudi dan AS.

Obaman rencananya akan melakukan pertemuan dengan sejumlah pemimpin negara Teluk di Gedung Putih pada Rabu (13/5), kemudian dilanjutkan dengan pertemuan tingkat tinggi di Camp David pada Kamis (14/5). Negara-negara Teluk mempertanyakan komitmen Obama untuk menjaga keamanan lebih luas di kawasan tersebut.

Namun, pertemuan hanya dihadiri dua pemimpin negara Teluk, yakni Kuwait dan Qatar. Sementara negara Teluk lain hanya diwakili pejabat dan bukan petinggi.

Tapi Wakil Penasehat Keamanan Nasional Obama, Ben Rhodes mengatakan, pemerintah yakin presiden bersama orang-orang yang tepat dalam menggelar diskusi mendatang di Camp David. "Ini adalah orang-orang yang bertanggung jawab pada keamanan," katanya pada wartawan.

Pemerintah Saudi mengatakan, salah satu alasan Salman melewatkan pertemuan adalah karena waktu pelaksanaannya tumpang tindih dengan gencatan kemanusiaan di Yaman. Seperti diketahui selama ini, koalisi pimpinan Saudi melancarkan serangan udara ke Houthi Yaman.

sumber : AP/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement