REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pemerintah Australia memotong dana bantuan untuk Indonesia sebesar 40 persen dari 605 juta dolar di tahun 2014 menjadi 366 juta dolar untuk tahun anggaran 2015/2016.
Demikian terungkap dalam RAPBN 2015/2016 yang disampaikan Menteri Perbendaharaan Negara (Treasurer) Joe Hockey di Parlemen Australia, Selasa (12/5) malam.
Ditanya apakah Indonesia memang menjadi target pemotongan bantuan, Menteri Joe Hockey menegaskan, "Jauhkan pikiran seperti itu... Sama sekali tidak benar".
Indonesia tercatat sebagai negara penerima bantuan luar negeri Australia terbesar selama ini, dan di tahun 2014 jumlahnya 605 juta dolar (sekitar Rp 6 triliun lebih).
Mengenai kemungkinan pengurangan bantuan ini, sebelumnya jurubicara Kementerian Luar Negeri Deplu Arrmanatha Nasir menegaskan Indonesia tidak dalam posisi meminta bantuan pembangunan dari australia.
Menanggapi pemotongan bantuan luar negeri ini, Mat Tinkler dari LSM Save the Children menyatakan kalangan masyarakat paling lemah di Indonesia akan merasakan dampaknya.
"Dampaknya adalah, berkurangnya jumlah anak-anak yang divaksinasi, berkurangnya jumlah anak perempuan yang bisa masuk sekolah, berkurangnya jumlah wanita yang mendapatkan pemberdayaan." jelas Tinkler kepada ABC.
"Kita adalah salah satu negara makmur di dunia dan jelas paling makmur di kawasan, tapi sekarang kita menunjukkan diri sebagai tetangga yang pelit," katanya lagi.
"(Dengan pemotongan ini) kita menyatakan bahwa kita tidak bisa membantu warga Indonesia keluar dari kemiskinan," tambah Tinkler.
Ditanya bagaimana prosesnya hingga terjadi pengurangan 40 persen bantaun ke Indonesia Menteri Hockey mengatakan, Menteri Luar Negeri Australia sebagai penanggung jawab pengelolaan dana tersebut mempertimbangkan sejumlah faktor.
"Pertama, dia melihat apakah negara penerima ternyata juga merupakan negara pemberi bantuan. Dan ternyata sejumlah negara yang selama ini kita beri bantuan adalah negara yang juga memberi bantuan ke negara lain," jelas Hockey.
"Nomor dua, Menlu mempertimbangkan prakiraan pertumbuhan ekonomi dan kapasitas negara penerima," katanya.
"Dan ketiga, Menlu memerhatikan kondisi negara lainnya di kawasan dan menyatakan bahwa kita memiliki tanggung jawab di kawasan," tambahnya.
Dalam RAPBN ini bantuan untuk negara di kawasan yang membantu penampungan dan penempatan kembali pencari suaka ke Australia seperti Kamboja, Nauru, dan Papua Nugini tidak mengalami perubahan berarti.
Secara garis bersar, jumlah bantuan luar negeri Australia untuk tiga tahun ke depan akan terus mengalami penurunan.
Pemerintahan PM Tony Abbott sejak tahun 2014 telah memotong bantuan luar negerinya sebesar 1 miliar dolar, dan dalam tiga tahun mendatang akan dipotong sebesar 3,7 miliar dolar.
Menurut aturan ketatanegaraan Australia, RAPBN ini masih akan mengalami pembahasan mendetail di majelis tinggi (Senat).
Berbeda dengan majelis rendah (House of Representatives atau DPR) yang dikuasai Pemerintahan Koalisi, di Senat Australia saat ini pemerintah bukan mayoritas.