REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah akan menyusun fikih kebencanaan sebagai landasan atau dasar beribadah saat terjadi bencana di Masyakarakat. Penyusunan fiqih bencana ini dilakukan dalam musyawarah nasional Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Rabu (20/5) mendatang.
"Muhammadiyah perlu memberi tuntunan menjalankan ibadah saat bencana terjadi," ujar M Dahwan, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah di kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (18/5).
Menurutnya, tuntutan ibadah yang dilakukan warga Muhammadiyah selama ini didasarkan atas Alquran dan Hadist. Namun kata Dahwan, ada beberapa kondisi ibadah saat bencana terjadi tidak diatur dalam kedua landasan ibadah umat Islam tersebut.
"Selama ini kita gunakan ijtihad. Seperti saat bencana tsunami di Aceh yang bersamaan dengan Hari Raya Kurban atau Idul Adha," ujarnya.
Saat itu kata dia, PP Muhammadiyah menghimbau warganya yang ingin berkurban untuk memprioritaskan bantuan kepada warga Aceh. Pasalnya kata dia, dasar hukum yang digunakan PP Muhammadiyah adalah jika kurban adalah sunnah maka membantu korban bencana itu merupakan fardhu khifayah. "Karena itu kami menghimbau untuk mengutamakan menolong korban bencana dari pada berkurban," katanya.
Hal-hal semacam itulah yang akan disusun oleh PP Muhammadiyah melalui fiqih kebencanaan ini. Termasuk bagaimana bersuci untuk sholat saat bencana terjadi dan sebagainya. "Intinya hal-hal yang tidak terdapat secara eksplisit dalam Alquran dan Hadist kita gunakan ijtihad," ujarnya.