REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Para guru di Prancis menggelar pemogokan satu hari pada Selasa (19/5) untuk memprotes reformasi pendidikan yang diusulkan pemerintah.
Mereka khawatir kegiatan belajar-mengajar antardisiplin ilmu yang direncanakan dan peningkatan otonomi sekolah akan memperluas kesenjangan.
Separuh dari 840 ribu guru di negeri tersebut meninggalkan ruang kelas. Sedangkan Kementerian Pendidikan menyatakan guru yang mogok berjumlah 27,62 persen.
Serikat guru mengatakan di Paris, 10 ribu orang ikut dalam pemogokan tersebut. Menurut polisi, jumlah pemogok kurang dari 4.000.
"Ada kebutuhan untuk memperbarui sistem pendidikan tapi usul pemerintah tak berada di jalur yang benar. Itu takkan menyelesaikan kesulitan anak yang paling lemah di sekolah dan akan meningkatkan kesenjangan," kata Pemimpin Uni Sekolah dan Perguruan Tinggi Nasional Francois Portzer kepada saluran TV berita BFMTV.
Reformasi yang kontroversial tersebut menawarkan sekolah kelonggaran untuk menetapkan 20 persen kurikulum yang akan meningkatkan kesenjangan lebih lebar antara sistem pendidikan di berbagai sekolah.
Para guru juga menentang kelas antardisiplin ilmu, dan berpendapat itu akan meningkatkan beban kerja mereka.
"Kebanyakan guru yakin kita memerlukan pembaruan. Itu akan mengakhiri sekolah ini yang menciptakan kesenjangan. Reformasi ini bertujuan membangunkan semua orang," kata Perdana Menteri Manuel Valls kepada anggota Parlemen Prancis saat para guru turun ke jalan untuk menghalangi pembaruan.
Valls mengatakan satu dekrit akan dikeluarkan sesegera mungkin untuk melicinkan jalan bagi pelaksanaan pembaruan pada 2016.