REPUBLIKA.CO.ID, Kesenjangan antara si kaya dan si miskin terus melebar. Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) melaporkan dari 34 negara anggotanya, sekitar 10 persen dari populasi terkaya memiliki pendapatan 9,6 kali dari pendapatan 10 persen populasi termiskin.
BBC News mengutip laporan OECD menyatakan tak ada ukuran standar untuk ketidaksetaraan. Tapi sebagian besar indikator menyatakan, kejatuhan terjadi karena perlambatan atau krisis keuangan. OECD memperingatkan ketimpangan akan menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi.
Laporan mengatakan, sebagian besar kesenjangan karena masalah ketidaksetaraan pendidikan yang menyebabkan kurang efektifnya tenaga kerja. Salah satu faktor lain yang menurut OECD menyumbang pada masalah ketimpangan ini adalah pertumbuhan pekerja non-standar. Mereka mencakup para pekerja sementara atau kontrak dan para wirausaha.
"Sejak pertengahan 1990an lebih dari setengah dari semua lapangan kerja di negara-negara anggota telah mempekerjakan pekerja non-standar. Rumah tangga yang bergantung ada pekerja tersebut memiliki tingkat kemiskinan lebih tinggi dan ini menyebabkan ketimpangan," ungkap laporan OECD.
Di sisi lain, laporan mengatakan salah satu faktor yang membatasi pertumbuhan adalah meningkatnya jumlah perempuan bekerja. Umumnya upah pekerja perempuan lebih rendah dibanding pekerja pria. Laporan juga mengatakan, sejumlah daerah yang belum berkembang dalam 30 tahun terakhir adalah Amerika Latin.