REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat ekonomi pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bustanul Arifin menilai kejelasan beras sintetis tersebut impor atau tidak memang belum pasti. Menurutnya, jika memang tidak impor berarti ketahanan keamanan pangan Indonesia memang sangat rentan.
“Impor atau bukan tetap memperlihatkan Indonesia lalai dalam membentuk keamanan pangan,” kata Bustanul, Ahad (24/5). Menurutnya, tetap ada dua kemungkinan hingga saat ini tentang bagaimana beras tersebut bisa ditemukan di Indonesia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, jika melalui jalur impor resmi tentu beras tersebut harus melalui juga jalur keamanan pangan. Namun, masih Bustamul, kemungkinannya juga bisa sulit karena ada harmonize system code yang berbeda.
Tak hanya itu, menurutnya jika berasal dari Indonesia mungkin menggunakan sistem ‘numpang’. “Biasanya dimasukkan dengan barang-barang lain atau menggunakan satu jalur dengan beras premium,” jelas Bustanul.
Menurutnya menumpang melalui beras premium bisa saja terjadi dilakukan. Kerena, masih menurut Bustanul, beras premium bisa masuk dari mana saja asalkan ada izin dari Kementerian Perdangangan ndan izin khusus dari Bulog.
“Yang tidak ada impor adalah beras medium. Inilah isu yang muncul pada 2013, saat itu kasus terjadi karena izin yang diberikan kepada beras premium ditumpangi oleh beras medium. Ya kalau kejadian sekarang sama, bisa jadi motifnya tidak akan jauh beda,” kata Bustanul.