REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Persiapan Piala Dunia Qatar dihantui oleh kematian para pekerja yang sebagian besar merupakan buruh migran dari Nepal, India dan Bangladesh. Tidak tanggung-tanggung, sejak 2012 saja, hampir seribu pekerja meninggal dunia yang disebabkan berbagai hal.
Sistem kerja, upah minim, jam kerja yang tidak manusiawi serta suhu udara yang sangat panas dituding sebagai penyebabnya. Qatar memang melakukan pembangunan secara besar-besaran untuk menyukseskan Piala Dunia di negara teluk tersebut. Tidak kurang dari 1,4 juta buruh terlibat dalam pembangunan stadion maupun sarana pendukung lainnya.
Namun, pemerintah Qatar mendapat kecaman dari berbagai aktivis hak asasi manusia terkait dengan perlakuan mereka terhadap para buruh. Kondisi jutaan buruh di Qatar dinilai sangat tidak manusiawi. Menurut angka resmi yang dikutip dari Guardian, selama Januari 2014 total ada 53 pekerja Nepal yang tewas. Bahkan, sejak Januari 2012 hingga April 2014, yang mencapai lebih dari 430 jiwa.
Belum lagi data kematian Imigran dari India. Tercatat, sebanyak 89 migran tewas dalam empat bulan pertama tahun 2014. Sehingga total kematian migran India menjadi 567 jiwa sejak Januari 2012. Analisa tentang angka kematian sebelumnya telah menunjukan bahwa proporsi dalam keterlibatan pekerja, lebih besar pada kecelakaan di tempat kerja, atau menderita gagal jantung mendadak.
Meskipun mungkin beberapa meninggal karena sebab ilmiah dan tidak berada dalam area pembangunan. Organisasi HAM percaya, Qatar telah mencapai titik krisis, dimana mereka harus membuat langkah yang menentukan, demi menunjukan komitmennya terhadap reformasi untuk melakukan pembatalan visa keluar.
''Ini akan menjadi bukti niat baik dan kepercayaan yang baik. Hal ini sangat banyak bergantung pada rendahnya hasil dari perdebatan ini. Sistem dapat dihapuskan tanpa memberikan dampak keuntungan terhadap perusahaan komersil,'' kata peneliti hak asasi manusia untuk Bahrain, Qatar, dan Uni Emirat Arab, Nicholas McGeehan seperti dilansir Guardian, Selasa (26/5).