REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Definisi radikal dalam memahami ajaran Islam berbeda dengan pengertian terorisme.
“Kalau radikal dalam arti pemahaman keagamaan yang lebih mendalam, saya yakin saya juga radikal. Setiap Muslim harus punya pemahaman radikal di dalam ajaran agamanya. Dia harus sampai pada sumber aslinya, itu namanya radikal dalam pemahaman, bukan radikal terorisme,” ujar Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis, Selasa (2/6).
Radikal yang dimaksud Islam, jelas Cholil, adalah mengetahui betul tentang Alquran, hadits, dan pendapat ulama, bukan hanya kata-katanya. Atau, minimal muttabi, menjadi orang yang mengerti argumentasi dari ajaran agamanya, baik itu dalam hal akidah maupun syariah.
“Itu yang namanya radikal, langsung pada Alquran dan hadits. Ilmu Qurannya paham, haditsnya paham, ushul fiqhnya paham. Radic itu kan artinya akar, mengetahui ajaran Islam sampai pada akar sumber agama,” tambah Cholil.
Tapi, lanjutnya, Muslim juga harus menolak aksi radikal yang menggunakan kekerasan. Ia pun menolak pemahaman radikal yang memaksakan kehendak, kemauan, serta keyakinannya pada orang lain. Lantaran Islam tidak mengajarkan pemaksaan, baik secara fisik maupun psikologis.
“Sebenarnya kalau mau mengatakan yang radikal seperti apa, bisa dibuktikan melalui contoh atau tangkap langsung saja kalau memang dianggap melanggar. Tapi, kalau radikal yang tidak melanggar, siapapun berhak untuk menjadi radikal, karena memahami agama itu harus radikal,” tegasnya.