REPUBLIKA.CO.ID, ZURICH -- Secara mengejutkan, Presiden FIFA Sepp Blatter menyatakan mundur dari jabatannya. Blatter mundur di tengah kemelut dugaan korupsi skala besar di dalam tubuh FIFA.
Keputusannya untuk mundur sebetulnya bertolak belakang dengan pernyatannya kepada media pekan lalu. "Mengapa saya harus mundur? Kalau saya mundur, itu berarti saya mengakui saya melakukan kesalahan," ujar Blatter seperti dikutip The Guardian, pekan lalu. Lantas mengapa Blatter mundur?
Berikut adalah urutan kejadian penting, terkait karir Blatter, dugaan korupsi FIFA, hingga keputusannya menarik diri dari FIFA.
2 Juni 2015
Presiden FIFA, Sepp Blatter, mengundurkan diri sebagai pucuk pimpinan yang mengatur badan sepak bola dunia, mengakhiri masa 17 tahun dirundung skandal korupsi.
Sebelumnya pada hari yang sama, Sekretaris Jenderal FIFA, Jérôme Valcke, semakin tersudut setelah bukti muncul menunjukkan ia secara sadar melakukan transaksi pembayaran 10 juta dolar AS dari para pejabat Afrika Selatan untuk mantan presiden Concacaf Jack Warner, pembayaran dijelaskan oleh peneliti AS sebagai suap.
29 Mei 2015
Blatter menang untuk kelima kalinya sebagai presiden FIFA setelah mendesak melakukan voting sebafai respon atas skandal korupsi yang terkuak dua hari sebelumnya.
Setelah 17 tahun sebagai presiden FIFA, Sepp Blatter memutuskan turun dari jabatannya.
27 Mei 2015
Tujuh pejabat FIFA ditangkap oleh polisi Swiss di Zurich setelah permintaan dari otoritas AS. Para tersangka diduga telah terlibat dalam skandal korupsi senilai lebih dari 150 juta dolar AS. Beberapa jam setelah penangkapan, jaksa Swiss membuka penyelidikan kriminal terkait penawaran piala dunia 2018 dan 2022.
November 2014
Pengacara AS Michael Garcia mengeluh bahwa penyelidikan mendalam tentang proses penawaran Piala Dunia 2018 dan 2022 telah disalahpahami dalam versi ringkasan diterbitkan oleh Hans-Joachim Eckert, ketua komite etis FIFA. FIFA mengatakan masalah ini ditutup.
November 2014
Mantan eksekutif FIFA Chuck Blazer dilaporkan akan bekerja sama dengan dalam proses investigasi FBI terkait dugaan korupsi di FIFA.
Maret 2012
Garcia ditunjuk sebagai ketua tim investigasi yang dibentuk oleh Blatter untuk menginvestigasi proses penawaran Piala Dunia 2018 dan 2022.
Mei 2011
Mohammed bin Hammam, anggota komite eksekutif FIFA untuk Qatar, mundur dari usahanya untuk maju menjadi presiden FIFA, setelah terkuak tuduhan atas dirinya yang menawarkan 40.000 dolar AS dalam suap untuk delegasi Karibia sebagai imbalan untuk mendukung kampanyenya. Dia akhirnya dilarang terlibat dalam segala event seumur hidup.
Mei 2011
Kepala Asosiasi Sepakbola (FA) Lord Triesman, menggunakan hak parlemen untuk menyatakan bahwa empat anggota komite eksekutif FIFA meminta imbalan atas dukungan agar Inggris menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018. Mereka kemudian diberhentikan. Blatter membantah FIFA dalam krisis dan mengatakan pada konferensi pers tidak ada yang harus dijelaskan terkait 4 pejabat tersebut. Dia juga mengatakan tidak ada bukti dari Sunday Times untuk mendukung tuduhan yang menyatakan Issa Hayatou dan Jacques Anouma telah dibayar untuk memilih tawaran Piala Dunia Qatar.
Desember 2010
Rusia menyatakan Piala Dunia 2018 dan 2022 dihelat oleh Qatar. Keputusan ini kontroversial.
Oktober 2010
The Sunday Times mengklaim dua anggota komite eksekutif FIFA, Reynald Temarii dari Tahiti dan Amos Adamu dari Nigeria, menawarkan untuk menjual suara mereka dalam kontes pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022. Keduanya mengungkapkannya kepada wartawan yang menyamar.
Pasangan ini sementara ditangguhkan oleh komite etika FIFA, sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut. Empat pejabat lainnya, semua mantan anggota komite eksekutif, juga sementara ditangguhkan.