REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Dalam kunjungan keenamnya ke Jepang, Presiden Filipina Benigno Aquino III mengecam keras aktivitas Cina di Laut Cina Selatan. Pada Rabu (3/6), ia dan pemerintah Jepang memperkuat kerjasama militer dan pertahanan untuk mengimbangi Cina di wilayah yang disengketakan tersebut.
Selama kunjungan empat harinya, Aquino dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe fokus membicarakan kerjasama pertahanan dan keamanan. Mereka diperkirakan akan menandatangani kesepakatan, penyediaan 10 kapal patroli Jepang untuk penjaga pantai Filipina. Ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan patroli di seluruh wilayah yang di klaim Manila di Laut Cina Selatan.
Dalam sebuah pidato di kongerensi pers yang diselenggarakan surat kabar Nikkei, Aquino mengklaim Cina telah melanggar hukum teritorial. Aquino bahkan menyamakan aksi Cina dengan ekspansi gerakan Nazi Jerman sebelum Perang Dunia II.
Di Majelis tinggi parlemen Jepang, Aquino juga mengatakan hal senada. Menurutnya stabilitas maritim dan pesisir di wilayah ini berisiko terganggu. Ia juga sempat memuji solidaritas Tokyo pada Filipina dalam mengadvokasi masalah ini.
"(Kami mengadapi) sebuah negara yang kami berdua kesulitan memintanya bertanggung jawab atas masalah ini," kata Aquino tanpa menyebut Cina secara langsung.
Dalam pernyataan bersama Abe dan Aquino menyatakan keprihatinan serius mereka mengenai proyek reklamasi Cina di Laut Cina Selatan. Menurut mereka tindakan sepihak itu bisa menyebabkan kerusakan fisik di lingkungan maritim.
Di bawah dorongan Abe, Jepang telah memperluas peran pertahanan internasionalnya. Jepang memperluas kerjasama pertahanan dengan sejumlah negara untuk melengkapi kerjasama dengan Amerika Serikat.
Berdasarkan perjanjian kemitraan strategis antara Abe dan Aquino, kedua negara juga memulai pembicaraan mengenai transfer perangkat militer berat dan teknologi Jepang untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara Asia Tenggara. Termasuk ekspor pesawat pengintai anti-kapal selam P-3C dan teknologi radar.