REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai kedua kubu Golkar, yakni Agung Laksono dan Aburizal Bakrie (Ical) seharusnya tidak melakukan aktivitas politik apapun dengan mengatasnamakan Partai Golkar.
Hal itu dilakukan agar konflik di internal Golkar tidak kembali memanas. Apalagi, kesepakatan islah yang sebelumnya disepakati masing-masing pihak, terancam bubar karena Agung menggelar Musyawarah Daerah (Musda) di Bali.
"Seharusnya aktivitas Golkar di setop dulu. Seperti Musda yang dilakukan Agung, pasti akan direspon juga oleh kubu lainnya (Ical)," ujarnya pada Republika, Jumat (5/6).
Sikap dan keputusan-keputusan seperti Agung yang menyelenggrakan Musda secara sepihak, akan membuat Golkar akan tetap terkatung-terkatung.
"Karena masing-masing kubu selalu ingin adu cepat dan juga punya agenda masing-masing," katanya.
Sebelumnya, konflik di tubuh Golkar kembali memanas setelah putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang memutuskan kepengurusan Partai Golkar kembali ke hasil Munas Riau. Keadaan ini diperparah dengan digelarnya Musyawarah Daerah (Musda) oleh kubu Agung di Bali beberapa waktu lalu.
Bahkan Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, Leo Nababan mengaku pesimistis kesepakatan kerja sama dengan kubu Aburizal Bakrie akan berlanjut menjadi islah. Ia menilai kesepakatan kerja sama hanya sampai Pilkada saja.